Senin, 26 Desember 2011

Sarasvati Stava

Om Sarasvati namas tubhyam, varade kama-rupini
siddharambham karisyami, siddhir bhavatu me sada

Pranamya sarva-devam's paramatmanam eva ca
rupa-siddhi-prayukta ya, sarasvatim namamy aham

Padma-pattra-visalaksi, padma-kesara-wanimi
nityam padmalaya devi, sa mam patu sarasvati

Brahma-putri maha-dewi, brahmanya brahma-nandini
sarasvati samjnayani, prayanaya sarasvati

Kavyam vyakaranam tarkam. veda-sastra-puranakam
Kalpa-siddhini tantrani, tvat-prasadat samarabhet

OM sam saravati-sveta-varnaya[i] namah svaha
OM bam sarasvati-rakta-varnaya[i] namah svaha
OM tam sarasvati-pita-varnaya[i] namah svaha
OM am sarasvati-krsna-varnaya[i] namah svaha
Om im sarasvati-visva-varnaya[i] namah svaha

Terjemahan

Ya Dewi Sarasvati, sembah kehadapan Dikau
Yang melimpahkan anugerah, Yang mengubah bentuk-Mu atas kemauanMu
Aku akan menjalankan/melakukan seuatu perusahan/usaha yang berhasil/sukses,
keberhasilan / sukses haruslah terus-menerus denganku

Setelah menundukkan kepala kepada semua para dewa dan sang Dri Tertinggi
Aku menyembah Dewi Sarasvati, Yang indah / cantik dan pandai (ulung)

MataNya terbuka lebar bagaikan daun-daun bunga teratai,
WarnaNya bagaikan kawat-pijar dari sekuntum teratai merah,
sang Dewi terus-menerus berdiam di dalam sekuntum teratai,
Dewi Sarasvati ini seharusnya melindungi aku.

Putri dewa Brahma, seorang Dewi yang agung,
Yang menyusaikan diri kepada Brahman, Yang menggembirakan Dewa Brahma;
Dewi Sarasvati yang penuh dengan kebijaksanaan, bagi suatu perjalanan ... Sarasvati.

Dengan keanggunanMu ( seseorang boleh menjalankan / melakukan ) studi ( pendalaman ) atas syair-syair, tatabahasa, logika ( ilmu mantik )
(sang kitab) Veda, peraturan-peraturan tata tertib ( desiplin), (sang) Purana-purana, dan (sang) Tantra-tantra dari adat dan pengetahuan yang sempurna.

OM sam / bam / tam / am / im kepada dewi Sarawvati yang berwarna putih / merah / kuning / hitam / beraneka-warna, sembah , sambut.


sember : http://radionakbali.blogspot.com/2011_11_01_archive.html

Senin, 12 Desember 2011

Arti posisi kepala saat tidur


Adat Bali dikenal memiliki banyak aturan, yang secara tidak langsung dan tidak sadar mengikat masyarakatnya, mulai dari pribadi perorangan, kelompok sampai aturan dalam membangun daerahnya. satu contoh kecil saja, yaitu sikap saat istirahat malam atau tidur. jangankan sikap tidur, tempat tidur bahkan bangunan yang boleh dijadikan tempat tidurpun diatur. katakan saja untuk ranjang untuk tidur, ada aturannya. secara umum, apapun yang dilakukan oleh manusia diatur, dalam hal ini; tempat istirahat. dalam sastra bali tempat istirahat ada 3, yaitu
  • Galar; istirahat untuk beberapa saat dengan tidur
  • Galir; istirahat untuk beberapa menit/pelepas lelah, yaitu dengan duduk dan bersantai
  • Galur; istirahat untuk perjalanan pulang, yang dalam istilah balinya “mulih ke desa gede/gumi wayah” alias MATI
tempat istirahat tersebut biasanya dibuat dari batang bambu yang dibagi kecil-kecil memanjang(dalam istilah bali dsb di-recah) sehingga nyama untuk digunakan. perhitunganya tetap dimulai dari “Galar” kemudian “Galir” dan di ikuti dengan “Galur”. dan apabila tempat istirahat tersebut dianggap kurang lebar maka hitungannya dilanjutkan sampai ditemukan posisi yang cocok dengan keinginan.
nah, apa yang terjadi bila aturan tersebut dilanggar?
untuk yang melanggar aturan tersebut, secara adat atau hukum social tidak ada hukumannya. tetapi secara “Niskala” akan berdampak pada kehidupan pemakai tempat istirahat tersebut. mulai dari sakit hingga kematian. khusus untuk tempat tidur, memiliki aturan tambahan yaitu; apabila tempat tersebut sudah dianggap selesai dibuat dan sudah pernah digunakan selama 3 hari, maka tempat tesebut dianggap sudah hidup seperti halnya bangunan yang telah diupacarai. bila ada orang yang berani memotong / merubahnya kemudian setelah itu digunakan sebagai tempat tidur lagi, maka yang memotong / merubah serta yang menggunakannya akan mengalami gangguan dalam kehidupannya. aturan ini sudah baku, karena sudah banyak yang merasakan, sehingga Adat Bali tidak mengaturnya secara tertulis.
kembali ke Posisi Tidur, seperti halnya umat lain yang memiliki “kiblat”, orang bali juga memiliki aturan tersebut, dan ini sudah diatur melalui aturan yang ditulis dalam kidung “Nitisastra VII, 1-2”. adapun kupasan dari nitisastra tersebut :
Perhatikan tempat letak kapalamu, waktu tidur beginilah pelajaran dari buku-buku. jika kepalamu ditimur, akan panjang umurmu. jika diutara, engkau mendapatkan kejayaan. jika letak kepalamu dibarat, akan mati rasa cinta padamu, engkau akan dibenci para sahabatmu. dan jika membujur ke selatan, akan pendek umurmu, dan menyebabkan rasa dukacita. – Nitisastra VII, 1-2.
demikianlah aturan yang baru saya temui, mungkin teman – teman mengetahui lebih banyak mohon untuk di share. suksema.

6 hal yg harus direnungkan


indriarthesu vairagyam
anahamkara eva sa
janma mrtyu jara vyadhi
duhkha dosa anu darsanam
(Bhagawad Gita.XIII.8)
Maksudnya: Melepaskan indria dari ikatan benda-benda duniawi, bebas dari rasa egoisme, senantiasa merenungkan permasalahan kelahiran (janma), kematian (mrtyu), umur tua (jara) sakit (vyadhi), duhkha dan dosa.
UNTUK meningkatkan kualitas kehidupan di bumi ini ada dinyatakan dalam Bhagawad Gita XIII,8 agar setiap saat merenungkan enam hal yang disebut sad anu dharsanam. Enam kelemahan itu kalau tidak direnungkan dapat menimbulkan penderitaan. Tapi kalau direnungkan baik-baik maka dampak negatifnya dapat diperkecil. Sad anu dharsanam itu adalah:
1. Janma artinya lahir ke bumi ini. Lahir ke bumi hendaknya dipahami sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri lahir dan batin. Kelahiran ke bumi ini seyogianya dipahami dengan baik melalui perenungan berdasarkan petunjuk kitab suci dan ilmu pengetahuan. Dengan perenungan itu akan diperoleh wawasan hidup yang baik dan benar. Arti kata darsana dalam bahasa Sansekerta adalah memandang atau pandangan.
Hidup ini akan diselenggarakan dengan baik apabila didasarkan pada pandangan yang baik dan benar. Yang dimaksud sad anu darsanam adalah merenungkan enam permasalahan hidup sampai mendatangkan pandangan yang benar tentang maknanya kelahiran di bumi ini.
Agar perenungan itu mendatangkan pandangan yang benar, baik dan tepat maka landasannya adalah kitab suci sabda Tuhan dan ilmu pengetahuan. Tanpa berdasarkan kitab suci dan ilmu pengetahuan maka hakekat hidup ini tidak dapat dipahami dengan benar dan baik. Menyelenggarakan kehidupan ini tanpa wawasan makna kelahiran ke bumi ini dapat disalah gunakan untuk membuat derita diri sendiri dan orang lain.
Dalam hidup ini kalau kita mampu senantiasa berprilaku berdasarkan dharma maka kitab suci menjanjikan akan memperoleh kehidupan bahagia di sekala maupun di niskala. Renungan dengan landasan kitab suci dan ilmu pengetahuan amat diperlukan agar setiap langkah dalam hidup ini dapat dianalisa dengan cermat untuk terhindar dari prilaku adharma.
2. Mrtyu artinya siapa saja yang pernah lahir cepat atau lambat pasti akan mati. Kapan kita mati yang pasti tahu hanyalah Tuhan sendiri. Karena mati itu sudah pasti renungkanlah sejak awal agar mati kita menurut ukuran umum mati secara wajar. Dalam ajaran Hindu ada yang disebut: mati benar, mati salah pati dan mati ulah pati.
Semua orang yang normal tentunya mengharapkan dalam hidupnya agar mati ”bener” artinya mati yang wajar. Mati yang tidak diharapkan oleh setiap orang normal adalah mati salah pati dan mati ulah pati. Mati salah pati seperti mati diterkam binatang buas, mati tenggelam, mati ditimpa pohon, mati tertimbun tanah longsor dan sejenisnya. Sedangkan mati ulah pati adalah mati bunuh diri.
Umumnya manusia normal mengharapkan mereka agar Tugan mentakdirkan mereka ”mati bener” atau mati yang menurut anggapan umum mati sewajarnya. Untuk mohon mati wajar itulah yang senantiasa direnungkan dan diupayakan dalam hidup ini. Disamping itu yakinilah sedalam-dalamnya bahwa Tuhanlah yang maha Tahu tentang diri kita. Dalam perenungan itu upayakanlah untuk menumbuhkan keyakinan sekuat mungkin bahwa akhirnya Tuhanlah yang menentukan kapan kita mati. Dengan demikian kita akan senantiasa berhati-hati dan ikhlas dalam menjalankan hidup ini.
3. Jara artinya umur tua. Menjalani hidup tua dengan usia lanjut bukanlah baru kita renungkan saat kita sudah tua. Menghadapi usia lanjut hendaknya direnungkan sedini mungkin. Perenungan itu dimaksudkan agar persiapan untuk menghadapi hari tua baik mental maupun fisik dilakukan dengan sebaik-baiknya. Usia tua dapat diidentikkan dengan masa Wanaprstha dalam sistem Catur Asrama.
Dalam Kekawin Nitisastra dinyatakan saat usia lanjut tengah tuwuh sawecana gegenta. Artinya kalau sudah setengah umur swadharma-nya adalah sebagai penasehat saja. Ikhlaskanlah estapet kehidupan ini pada generasi muda. Karena itu kalau sudah tua janganlah berebut berbagai peran kehidupan pada generasi tua. Swadharma orang yang sudah lanjut usia adalah membagi pengalamannya pada generasi selanjutnya. Dengan demikian hormat generasi muda pada yang tua akan lebih mudah dapat dicapai. Dengan renungan yang benar itu derita usia lanjut dapat diminimalkan.
4. Vyadhi artinya sakit. Keadaan sakit itu tidak pernah diharapkan oleh siapa saja. Tetapi sakit itu pernah saja singgah pada diri siapa saja. Orang bijak mengatakan lebih baik mencegah dari pada mengobati. Ini artinya mencegah timbulnya penyakit itu hendaknya didalami benar sejak awal. Karena kesalahan dari awal dalam memelihara kesehatan itu akan amat sulit ditanggulangi kalau sudah tua. Menanamkan dasar-dasar hidup sehat hendaknya dilakukan sedini mungkin. Kalau terlambat menyiapkan diri mencegah suatu penyakit maka seumur hidup kita akan menyesal.
Kehidupan beragama Hindu seyogianya mendidik umat Hindu untuk membangun hidup sehat sejak dini. Apa lagi dalam ajaran Weda dikenal adanya ajaran Ayurveda yang khusus untuk menuntun umat Hindu agar bisa hidup sehat dan bugar atau Swasthya. Penyebaran ajaran Ayurveda kalah gencar dilakukan oleh umat Hindu dibanding dengan tatacara berupacara yadnya.
5. Dukha artinya sedih atau derita. Dinamika hidup dibumi ini memang suka dan duka. Karena itu konsep hidup bahagia dalam satra suci Hindu mengatasi suka dan duka. Bhagawad Gita II.15 menyatakan: sama duhka sukham dhiram: artinya seimbang dan tangguhlah menghadapi suka dan duka. Dalam Sloka tersebut dinyatakan barang siapa yang seimbang dan tangguh menghadapi suka dan duka ia akan mendapatkan hidup yang bahagia sampai mencapai sorga.
6. Dosa berasal dari kata dush artinya melemahkan atau merusak. Ini artinya dalam hidup ini ada perilaku manusia yang melemahkan bahkan sampai merusak ada yang menguatkan. Manusia hendaknya senantiasa memikirkan dalam-dalam agar jangan berbuat untuk melemahkan dirinya dengan berbuat dosa yang menjauhkan hidup ini pada hidup bahagia apalagi sorga. Dengan merenungkan sebelum berbuat kita akan lebih mampu menghindari dari dosa.

kesaktian gayatri

1. Apakah mantra Gayatri itu?

Mantra Gayatri adalah doa universal yang tercantum dan diabadikan dalam Weda, kitab suci paling purwakala. (Sathya Sai Speaks, X : 109)

Mantra Gayatri adalah doa yang dapat diucapkan dengan penuh kerinduan oleh pria dan wanita dari segala agama bangsa sepanjang masa. Pengulangan-pengulanagn mantra ini akan mengembangkan (kemampuan) akal budi. (Sathya Sai Speaks, V: 58)

2. Ucapkanlah Mantra Gayatri
Mantra Gayatri adalah sebagai berikut:
OM
BHUR BHUVA SVAHA
TAT SAVITUR VARENYAM
BHARGO DEVASYA DHIIMAHI
DHI YO YONAH PRACHODAYAT
3. Bagaimana terjemahan mantra Gayatri ini?

OM = Para Brahman 'Tuhan Yang Mahabesar'
BHUR =Bhu loka 'alam fisik'. 
Ini juga menunjuk pada tubuh yang terbuat dari lima pancha bhuta 'lima unsur'. Kelima unsur ini membentuk prakriti ‘alam’.
BHUVA = Bhuva loka 'alarn pertengahan'. 
Bhuva juga merupakan prana shakti. Meskipun demikian prana shakti hanya dapat menghidupkan tubuh karena adanva prajnana. Karena itulah, maka Weda menyatakan, “Prajnanam Brahma," maksudnya Tuhan adalah kesadaran yang selalu utuh dan menyeluruh selamanya'.
SVAHA = Swarga Loka ‘surga tempat para dewa'. 
(Sanathana Sarathi, September 1995, h1m. 234).
TAT = Paramatma 'Tuhan atau Brahman'.
SAVITUR = Itu atau Ia yang merupakan asal segala ciptaan ini.
VARENYAM = patut disembah.
BHARGO = sinar, cahaya atau kecemerlangan spiritual, terang yang menganugerahkan kebijaksanaan.
DEVASYA = kenyataan Tuhan.
DHIIMAHI = kita bermeditasi.
DHIYO = budi, intelek.
YO = yang.
NAH = kita.
PRACHODAYAT = menerangi.

Mantra Gayatri dapat diterjemahkan dengan berbagai cara. Salah satu terjernahan itu adalah sebagai berikut:

(Om) = Om.
(Dhiimahi) = Kita bermeditasi.
(Bhargo) = pada cahaya spiritual.
(Varenyam Devasya) = kenyataan Tuhan Yana Mahatinggi dan patut disembah
(Savitur) = sumber.
(Bhur, Bhuva, Svaha) = alam eksistensi fisik, astral, dan surga.
(Tat) = Semoga Tuhan Yang Mahatinggi itu.
(Prachodayat) = menerangi.
(Yo) = yang.
(Nah) = kita.
(Dhi yo) = budi (agar kita dapat menyadari ‘kehenaran tertinggi’).
Juga: Dhi yo yo nah prachodayat = Bangkitkan kemampuan wiwekaku oh Tuhan, dan bimbinglah daku. (Giitha Vahini).

4. Siapa yang menemukan mantra Gayatri ?
Mantra Gayatri diketemukan oleh Resi Viswamitratra.
Resi Wiswamitra-lah yang menginisiasi Sri Rama dalam misteri pemujaan Surya melalui mantra Aaditya Hrdayam. (Sathya Sai Vahini, hlm. 183-184).

5. Apa yang dapat dilakukan Resi Viswamitra berkat tuah mantra Gayatri?
Mantra Gayatri membuat Resi Viswamitra rnarnpu menggunakan berbagai senjata langka yang mematuhi kehendaknya bila mantra itu diucapkan dengan penuh keyakinan. Melalui kesaktian yang diperolehnya dengan cara ini, Viswamitra dapat menciptakan alam semesta yang sama dengan jagat raya kita ini. (Sathya Sai Vahini, hlm. 184).

6. Mantra Gayatri ditujukan kepada siapa?
Mantra Gayatri ditujukan kepada energi Surya. (Sathya Sai vahini, hlm. 183). (Tuhan juga disebut Surya Narayana).

7. Apakah kekuatan mantra Gayatri?
Mantra ini mempunyai potensi yang tidak terbatas dan merupakan formula yang penuh vibrasi. Mantra Gayatri mempunyai kekuatan yang luar biasa dan tidak terhingga, kekuatan yang sungguh menakjubkan karena Surya merupakan dewa penguasanya. (Sathya Sai Vahini, hlm. 184)

8. Mantra Gayatri terdapat di mana?
Mantra Gayatri terdapat di dalam Weda, kitab suci paling kuno yang dimiliki manusia. (Rg Weda III, 62:10)

9. Siapakah Gayatri? 

Gavatri adalah ibu Weda. Gayatri Chandasaam Maathaa.

10. Siapakah yang diselamatkan oleh Gayatri?
Gayatri menyelamatkan orang yang mengucapkannya. 
Gaayantham thraayathe ithi Gayatri.

11. Di manakah Gayatri berada?
Gayatri berada di manapun mantra itu diucapkan. (Sanathana Sarathi, September 1995, hlm. 235).

12. Apakah ketiga nama Gayatri?
Gayatri mempunyai tiga nama: Gayatri, Saavitri, dan Saraswathi. Ketiganya ada dalam diri setiap manusia. Gayatri adalah penguasa indera, Saavitri adalah penguasa prana ‘daya hidup atau tenaga hayati’, Saavitri menandakan kebenaran. Saraswathi adalah aspek Tuhan yang menguasai kemampuan bicara. Ketiganya melambangkan kemurnian dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan (trikarana suddhi).
(Sanathana Sarathi, September 1995, hlm. 235) dan lihat juuga pertanyaan No.30.
(Gayatri, Saavitri, dan Saraswathi akan bersemayam dalam diri manusia yang melaksanakan kemurnian serta keselarasan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatannya).

13. Mantra Gayatri ditujukan kepada siapa?
Mantra Gayatri ditujukan kepada Tuhan yang imanen dan transenden (Tuhan yang berada dalam kesadaran segala makhluk dan segala sesuatu, tetapi    juga melarnpaui segala sesuatu).

14. Apakah nama yang diberikan untuk Tuhan yang imanen dan transenden?
Tuhan yang imanen dan transenden disebut Savitha.

15. Apakah arti Savitha?
Savitha berarti 'yag merupakan asal segala sesuatu’.

16. Mantra Gayatri dapat dianggap memiliki berapa bagian?

Mantra Gayatri dapat dianggap memiliki tiga bagian. Mantra ini mempunyai ketiga unsur yang terdapat dalam pemujaan Tuhan Y aitu: pujian, meditasi, dan doa. Kesembilan huruf yang pertama menunjukkan sifat-sifat Tuhan yaitu:

"OM BHUR BHUVA SVAHA
TAT SAVITUR VARENYAM
BHARGO DEVASYA"
"DHIIMAHI" berkaitan dengan meditasi.
"DHI YO YONAH PRACHODAYAT"
merupakan permohonan kepada Tuhan agar menganugerahkan segala kekuatan dan kernampuan kepada kita. (Sanathana Sarathi, September 1995, hlm. 236).

17. Ketiga bagian ini juga dapat digambarkan sebagai apa?
Ketiga bagian ini juga dapat dilukiskan sebagai berikut:
(1) Pujian kepada Savitha. Mula-mina Tuhan dipuja-puji.
(2) Meditasi pada Savitha. Setelah itu Tuhan direnungkan dengan khidmat.
(3) Doa kepada Savitha. Diajukanlah permohonan kepada Tuhan untuk membangkitkan dan menguatkan akal budi atau kemampuan pertimbangan yang bijak dalam diri kita.

18. Mantra Gayatri dianggap sebagai apa?
Mantra Gayatri dianggap sebagai intisari ajaran Weda. (Vedasara)

19. Apakah yang dikembangkan oleh mantra Gayatri? 
Menghidupakan mantra Gayatri membantu menuembangkan dan mempertajam kemampuan akal budi manusia.

20. Apakah manfaat lain yang diperoleh orang yang mengucapkan mantra Gayatri?

Orang yang mengucapkan mantra Gayatri secara teratur dengan penuh keyakinan akan memperoleh faedah sebagai berikut:
(1 ) Mantra Gayatri membebaskanyaa dari berbagai penyakit. (Sarva roga nivaarini gayatri).
(2) Mantra Gayatri menangkis atau mencegah segala kesengsaraan.
(Surva duhkha parivaarini Gayatri).
(3) Mantra Gayatri merupakan pengabul segala keinginan. (Sarva vaancha phalasri Gayatri).
(Sanathana Sarathi, September 1995, hlm. 236).

21. Apa yang dianugerahkan mantra Gayatri kepada orang yang mengucapkannya dengan penuh keyakinan? 
Mantra Gayatri menganugerahkan segala hal yang bermanfaat kepada orang yang mengucapkannya dengan penuh keyakinan. (Sanathana Sarathi, September 1995, h1m. 236).

22. Apakah manfaat lain yang diperoleh dengan mengucapkan mantra Gayatri?
Bila mantra Gayatri diucapkan (secara teratur dengan penuh keyakinan), berbagai jenis kesaktian akan tirnbul dalam diri orang tersebut. Karena itu, mantra Gayatri tidak boleh diperla¬kukan sernbarangan. (Sanathana Sarathi, September    1995, hlm. 236). Lihat juga Pertanyaan No: 30.

23. Apakah kebenaran?
Kebenaran adalah hal yang berlaku sepanjang masa: dahulu. Sekarang, dan kelak. Kebenaran itu adalah mantra Gayatri. (Sanathana Sarathi, September 1995, hlm. 236).

24. Apakah yang secara tidak langsung dinyatakan oleh mantra Gayatri?
Secara tidak langsung mantra Gayatri menyatakan kebenaran empat maha akyu pernyataan agung, atau empat pernyataan inti yang tertera dalam empat Weda.

25. Apakah keempat maha vakya tersebut?
Keempat maha vakya itu adalah sebagai berikut:
(1) PRAJNANAM BRAHMA ‘kesadaran adalah Brahman'.
(Dari Aitareya Upanishad dalam Rig Weda).
(2) AHAM BRAHMA ASMI 'Akulah Brahman'.
(Dari Brihadaranyaky Upanishad dalam Yajur Weda)
(3) TAT TVAM ASI ‘Engkau adalah Itu (Tuhan Yang Mahabesar dan tidak terlukiskan).
(Dari Chandogya Upanishad dalam Sama Weda).
(4) AYAM ATMA BRAHMA 'Diri sejati ini adalah Brahman'.
(Dari Mandukya Upanishad dalam Atharva Weda).

26. Bilakah sebaiknya kita mengucapkan mantra Gayatri? 
Mantra Gayatri sebaiknya diucapkan pada waktu subuh, tengah hari, dan senja.

27. Waktuwaktu tersebut dikenal sebagai apa? 
Saat-saat tersebut juga dikenal sebagai sandhya kaalam yaitu pertemuan antara malam dan pagi, pagi dan sore, serta sore dan malarn. Waktu-waktu tersebut bermanfaat untuk latihan rohani.

28. Apakah kita harus terikat pada periode waktu tersebut bila akan mengucapkan Gayatri?
Tidak. kita tidak perlu terikat oleh ketiga periode tersebut bila akan mengucapkan mantra Gayatri.

29. Jadi, bilakah kita dapat mengucapkan mantra Gayatri?
Mantra Gayatri dapat diucapkan kapan saja dan di mana saja.

30. Apa yang harus diusahakan dan dijaga sepanjang waktuoleh orang yang mengucapkan mantra Gayatri? 
Orang yang mengucapkan mantra Gayatri harus menjaga agar hatinva selalu murni. Bhagavan memerintahkan agar:
(1 ) kita tidak memperlakukan mantra Gayatri secara sembarangan (pertanyaan No: 22), dan
(2) hati kita harus selalu murni.
Karena itu, kita harus mematuhi dan melaksanakan ajaran Bhagawan secara mutlak. Ajaran ini dapat kita peroleh dalam Wacana Musim Panas 1990. 
Singkatnya sebagai berikut:
(1) Ucapkan kebenaran. Berilah nilai pada perkataanmu. Kebenaran merupakan jiwa suatu perkataan.
(2) Laksanakan kebajikan. Bagaimana caranya? Dengan mengembangkan trikarana suddhi. (Pertanyaan No: 12).
(3) Kemurnian dan keselarasan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.
Jangan berpikir yang buruk. Pikirkan hal yang balk. 
Jangan melihat yang buruk. Lihatlah hal yang baik.
Jangan mendengarkan yang buruk. Dengarkan hal yang baik. 
Jangan berbicara yang buruk. Bicarakan hal yang baik. 
Jangan melakukan yang buruk. Lakukan hal yang baik. 
Laksanakan petunjuk Bhagawan sepanjang waktu.
(4) Selalu menolong, jangan pernah menyakiti.
(5) Persembahkan segala kegiatanmu kepada Tuhan tanpa mempedulikan hasilnya, dan tanpa perasaan keliru menganggap dirimu sebagai pelakunya.

31. Apakah nasihat Bhagawan kepada kaum muda? 
Bhagawan menasihati kaum muda agar mereka mengucapkan mantra Gayatri pada waktu mandi.

32. Mengapa Bhagawan menyarankan hal ini? 
Bhagawan berkata bahwa bila kita mandi, kita membersihkan tubuh kita. Karena itu, kita harus menggunakan kesempatan ini untuk sekaligus    membersihkan pikiran dan budi kita.

33. Pada kesempatan apa lagi Bhagawan menyarankan agar kita mengucapkan mantra Gayatri?
Bhagawan menyarankan agar kita mengucapkan mantra Gayatri:
(1) sebelum makan.
(2) pada waktu bangun tidur.
(3) pada waktu akan tidur.

34. Setelah mengucapkan mantra Gayatri, apa yang harus kita ucapkan?

Setelah selesai mengucapkan mantra Gayatri kita harus mengucapkan shaanti tiga kali.

35. Mengapa kita harus mengulang shaanthi tiga kali setelah mengucapkan mantra Gayatri?
Kita harus mengulang shaanthi untuk memberikan kedamaian batin pada tiga hal dalam diri kita: badan, pikiran, dan jiwa.

36. Bhagawan mengajarkan mantra Gayatri dan artinya kepada Sri E. B. Fanibunda. Apakah pokok-pokok penting dalam ajaran Bhagawan?
Ajaran Bhagawan kepada Sri Fanibunda dituliskan dalam bukunya Vision of the Divine (hlm. 79-80). Pokok-pokok utamanya adalah sebagai berikut:
(1) Bila mantra Gayatri tidak diucapkan dengan benar, man¬tra itu menimbulkan efek sebaliknya, menyelubungi orang yang bersangkutan dalam kegelapan. Tetapi bila kita mengucapkannya dengan kasih, Tuhan akan menerimanya.
(2) Baba menasihatkan agar setiap kata diucapkan dengan jelas dan tegas, tidak tergesa-gesa.
(3) Gayatri berada pada landasan Weda dan pantas disebut Weda Mata 'Ibu Weda'.
Mantra Gayatri meresapi segala sesuatu di seluruh alam semesta.
(4) Gayatri memelihara, melindungi, dan menyelamatkan orang yang mengucapkannya dari kematian.
(5) Mantra Gayatri merupakan doa universal yang memohon kejernihan akal budi agar kebenaran dapat tercermin di dalamnya tanpa penyimpangan.
(6) Bhagawan telah menyatakan bahwa mantra Gayatri dapat diucapkan oleh pria dan wanita dari segala bangsa dan kepercayaan. Doa ini memohon pada kekuatan mulia yang meresapi Surya dan ketiga alam, agar menggugah, membangkitkan, dan menguatkan kecerdasan sehingga dapat membimbing kita menuju sukses, melalui sadhana yang intensif. 
(Lihat juga Sathya Sai Speaks III: 242).
(7) Hati kita perlu dibersihkan tiga kali sehari pada waktu fajar, siang, dan sore. Selain saat-saat tersebut, Bhagawan telah menyatakan bahwa mantra Gayatri dapat diulang-ulang di mana saja dan kapan saja, termasuk pada malam hari.
(8) Mantra Gayatri sama artinya dengan ketuhanan, karena itu harus diucapkan dengan rendah hati, penuh hormat, keyakinan, dan kasih kepada mantra tersebut.
(9) Weda merupakan napas Tuhan dan mantra Gayatri adalah landasan Weda.
( 10) Bhagawan adalah Wedapurusha dan karena itu merupakan sumber tertinggi yang paling dapat dipercaya mengenai Weda.
(11) Kasih dan hormat pada mantra Gayatri dengan keyakinan pada hasil yang dijanjikannya jauh lebih penting daripada sekadar    pengulangan-pengulangan secara mekanis dengan pikiran melantur ke mana-mana.
(12) Doa ini ditujukan kepada Tuhan sebagal Ibu. "Oh, Ibu Jagat Raya, hati kami penuh kegelapan. Mohon lenyapkan kegelapan ini dan terangilah hati kami.
(13) Keyakinan penuh pada kesaktian dan keampuhan man¬tra Gayatri hanya dapat timbul bila sudhaka telah mengernbangkan semangat, hormat, dan kasih kepada man¬tra ini hingga tingkat tertentu.
(14) Semakin sering seseorang mengucapkan mantra Gayatri, semakin besar manfaat yang diperolehnya. (Lihat pertanyaan No: 47).

37. Bagaimana manusia menyalahgunakan hidupnya? 
Manusia lupa pada sifatnya yang sejati karena kelekatannya pada tubuh. Kesenangan tubuh dijadikannya tujuan hidup dan ia melibatkan dirinya sendiri dalam kesengsaraan. Tubuh itu seperti mobil dan atma pengemudinya. Manusia melupakan perannya yang sesungguhnya sebagai pengemudi dan tubuh yang sebenarnya hanya kendaraan dianggapnya sebagai diri sejati. (Sanathana Sarathi, September 1995, h1m, 233, 234).

38. Bagaimanakah kehidupan manusia yang seharusnya? 
Kehidupan manusia harus merupakan rangkaian pengorbanan yang tiada putusnya: yang rendah demi yang lebih luhur, atau yang kecil demi yang lebih luas.

39. Apa yang tidak dapat dilihat oleh kedua mata kita? 
Kedua mata kita dipusatkan pada dunia obyektif dan daya tariknya yang fana. Karena itu, mereka tidak dapat melihat yang keindahan dan keagungan alam jiwa.

40. Untuk tujuan apakah mantra Gayatri diberikan kepada kita?
Mantra Gayatri diberikan sebagai mata ketiga (cakra ajna) untuk mengungkapkan pandangan batin kepada kita. Dengan mengembangkan pandangan batin ini kita dapat menyadari Brahman. (Pertanyaan No:46).

41. Mengapa kita harus menjaga mantra Gayatri sepanjang hidup kita?
Mantra Gayatri merupakan harta yang sangat berharga, karena itu kita harus menjaganya sepanjang hidup kita. Kita harus belajar mengucapkan dan mengidungkan mantra Gayatri
tepat seperti yang diajarkan Bhagawan. 
(Bhagawan telah mengajarkan dan mengucapkan kalimat serta lagu mantra Gayatri dan wacana tersebut direkam dalam Sathya Sai Bhajanavali, kaset No: 14, yang dijual di toko Prasanthi Nilayam. Kaset tersebut berjudul Bhagavan Speaks on gayatri at Upanayanam Ceremony on 17-3-1983 at Prasanti Nilayam).

42. Apakah yang seharusnya tidak pernah kita hentikan?
Seharusnya kita tidak pernah menghentikan mantra Gayatri. Dengan kata lain, kita harus mengucapkan mantra gayatri sekurang-kurangnya beberapa kali sehari dengan hati yang murni.

43. Apa yang boleh kita hentikan?
Kita boleh menghentikan atau mengesampinkan mantra apa saja lainnya, tetapi jangan sampai kita menghentikan mantra Gayatri sepanjang hidup kita.

44. Manfaat apa yang dapat kita peroleh dengan mengucapkan mantra Gayatri beberapa kali sehari dengan hati yang murni?
Mantra Gayatri akan melindunui kita dari mara bahaya dimana pun kita berada, apakah:
(1) di dalam bus atau mobil.
(2) di dalam kereta api atau pesawat terbang.
(3) di pasar atau di jalan.

45. Apa sang telah diketemukan orang-orang Barat mengenai Gayatri?
Para ilmuwan Barat telah menemukan bahwa bila mantra Gayatri diucapkan dengan aksen yang benar seperti yang digariskan dalam Weda, lingkumgan sekitarnya tampak diterangi oleh vibrasi yang ditimbulkan oleh mantra terebut. Bhagawan memberitahu kita, “Suara mantra sama nilainya dengan artinya." Sadhana, the Inward Path, 90, Prasanthi Nilayam. Juga Sathya Sai Speaks III:242. (Karena itu, kita harus belajar mengucapkan mantra Gayatri dengan benar seperti yang diajarkan oleh Bhagawan).
(Mantra Gayatri yang diucapkan oleh Bhagawan diulang 3 kali pada akhir acara kidung suci di Barnes Place No: 22, Colombo 7. Disarankan agar jangan mempelajari pengucapannya dari guru-guru lain).

46. Manfaat spiritual apa yang akan kita peroleh dengan mengucapkan mantra Gayatri?
Cahaya Brahman (Brahmaprakasa) akan turun pada kita, menerangi akal budi dan jalan spiritual kita, bila kita mengucapkan mantra Gayatri dengan benar seperti yang diajarkan oleh Bhagawan.

- Pada waktu mengucapkan mantra Gayatri sebaiknya kita mengikuti petunjuk yang diberikan Sri Krishna kepada Arjuna dalam Bhagawad Gita 5:27, "Menutup semua indera dan memusatkan perhatian di antara kedua alis…..”.

47. Berapa seringkah kita harus mengucapkan mantra Gayatri?
Bhagawan telah mengatakan bahwa kita harus mengucapkan mantra Gayatri sesering mungkin. (Sanathana Sarathi, September 1995, hlm. 238).

Lihat juga pertanyaan 36, butir 14, "Semakin sering seseorang mengucapkan mantra Gayatri, semakin banyak manfaat yang diperolehnya". Sebaiknya kita mengucapkan mantra Gayatri sekurang-kurangnya 108 kali (satu japa mala) setiap pagi. Ini hanya memakan waktu 15 menit. Mereka yang memilih mengucapkan mantra Gayatri sebagai latihan rohaninya, dapat mengucapkan 3 atau 5 japa mala setiap pagi dan melakukan jumlah yang sama atau kurang pada sore hari. Mengucapkan 10 mala (2,5 jam) setiap Minggu pagi dan hari-hari libur bukannya tidak mungkin bagi sadhaka yang serius).
Gayatri Purascharana dilakukan dengan japa 10 mala setiap pagi selama 24 atau 40 hari tanpa henti. Agar dapat menyerap kekuatan mantra, hidup yang murni dan diet yang sathwik sangat penting.

48. Jika kita mengucapkan mantra Gayatri sambil mandi atau sebelum makan, apa hasilnya?
Bila kita mengucapkan mantra Gayatri pada waktu mandi, mandi kita menjadi suci. Jika kita mengucapkannya sebelum makan, makanan kita menjadi persembahan bagi Tuhan. Kita harus mengembangkan bakti yang tulus kepada Tuhan, yang timbal dari lubuk hati kita.
(Sanathana Sarathi, September 1995, h1m. 238).

49. Siapakah Gayatri?
Gayatri adalah Anna Purna, Tuhan sebagai Ibu Jagat Raya, kekuatan Tuhan yang menjiwai segala kehidupan.

50. Gayatri dilukiskan dengan lima wajah. Apakah wajah itu?
Kelima wajah Gayatri adalah sebagai berikut:
(1) Om, atau Pranawa merupakan wajah pertama. Prinsip Pranawa mewakili 8 bentuk, kekayaan yang berbeda (ashta aiswarya).
(2) Bhur Bhuva Svaha, merupakan wajah kedua.
(3) Tat Savitur varenyarn, merupakan wajah ketiga.
(4) Bhargo Devasya dhiimahi, merupakan wajah keempat.
(5) Dhi yo yo nah prachodayat, merupakan wajah kelima.
Kelima aspek mantra Gayatri ini berada dalam diri setiap manusia (Sanathana Sarathi, September 1995, h1m. 233). Lihat juga pertanyaan No: 12.

51. Mengapa kita harus melakukan japa mantra Gayatri tanpa henti?
Kita harus melakukan japa Gayatri tanpa henti karena:
(1) mantra Gayatri akan melindungi kita dari bahaya dimana pun kita berada, entah di dalam bus, mobil, kereta api, pesawat terbang, di pasar atau pun di jalan.
(2) Brahmaprakasa ‘cahaya Brahman’ akan turun kepada kita dan rnenerangi jalan spiritual kita bila kita mengucapkan mantra Gayatri.

52. Bagaimana mantra Gayatri melindungi kita?
Mantra Gayatri melindungi kita karena Gayatri adalah Annapurna. Ibu Jagat Raya, kekuatan yang menjiwai segala kehidupan. Bila kita dilindungi Annapurna, Tuhan sebagai Ibu, kita tidak perlu rnenangis untuk pangan atau papan. (Karena itu, kita harus mengucapkan mantra Gayatri sesering mungkin. Semakin banyak kita mengucapkan mantra Gayatri, semakin besar manfaatnya bagi kita. Lihat pertanyaan No. 47).

53. Selain perlindungan yang kita peroleh dengan man¬tra Gayatri, adakah perlindungan lain yang kita perlukan?
Tidak. Bhagawan memberitahu kita bahwa mantra Gayatri cukup untuk melindungi orang yang mengucapkannya. (Sanathana Sarathi, September 1995, hlm. 237).

54. Mengapa mantra Gayatri saja sudah cukup untuk melindungi orang yang mengucapkannya?
Gayatri cukup untuk melindungi orang yang mengucapkannya karena seperti yang diberitahukan Bhagawan kepada kita, mantra ini mengandung segenap kekuatan Tuhan.

55. Manfaat apa yang akan diperoleh para pelajar dan mahasiswa bila mengucapkan mantra Gavatri? 
Pada upacara upanayanam yang diselenggarakan di Prasanthi Nilayam pada tanggal 7-3-1983 (kaset Bhajanavali No: 14). Bhagawan memberitahu para pelajar dan mahasiswa sebagai berikut:


"Kalian boleh mengucapkan atau tidak mengucapkan mantra lain, tetapi ingatlah, dengan mengucapkan mantra Gayatri manfaatnya dapat kaulihat. Dengan terus menerus mengucapkan mantra Gayatri, engkau sendiri akan mencapai keadaan pernenuhan, suatu perasaan bahwa engkau telah mencapai sesuatu.

Tetapi ada makna yang lebih mendalam mengapa mantra Gayatri ini diberikan kepada anak-anak kecil. Dalam mantra ini terdapat kata penutup “Dhi yo yo nah prachodayat". Artinya begini, sebelum engkau diberi mantra ini, secara intelektual engkau terbelakang, secara mental engkau anak malas, dan engkau memiliki beberapa sifat negatif.
Tetapi setelah engkau diberi mantra ini, akal budimu menjadi lebih tajam, engkau menjadi lebih giat, lebih bersemangat, dan tentu saja memenuhi syarat untuk memperoleh nilai yang lebih balk, peringkat yang lebih baik, dan kelas-kelas utama.

Mulai besok, sernoga anak-anak ini, karena mengucapkan mantra ini pada pagi dan sore hari, diberkati dengan ketajaman akal budi yang langka yang mempengaruhi peruntunganya dan akan menentukan nasib mereka. Mereka akan mencapai pendidikan yang tinggi. Mereka akan menjadi warganegara teladan sehingga masa depan negeri ini akan aman di tangan mereka.

Dalam wejangan di Mandir Prasanthi pada tangual 23- 8-1995 Bhagawan berkata. "Mantra Gayatri merupakan hal yang paling dibutuhkan kaum muda karena (doa itu) menjamin masa depan yang cerah dan memberi harapan baik bagi mereka." (Sanathana Sarathi, September 1995, hlm. 233-238).

Catatan: 
Bila tidak dituliskan sumbernya, jawaban pertanyaan-pertanyaan di atas diambil dari Sathya Sai Baba Speaks jilid X, hlm. 109, 110, dan dari Sanathana Sarathi, September 1995, hlm. 233-238.

kata-kata mutiara hindu

Wasita nimitanta manemu laksmi, wasita nimitanta pati kapangguh, wasita nimitanta manemu duhka, wasita nimitanta manemu mitra
(Nitisastra, Sargah V. bait 3).

Artinya : Karena berbicara engkau menemukan kebahagiaan,
karena berbicara engkau mendapat kematian, karena berbicara engkau akan menemukan kesusahan, dan karena berbicara pula engkau mendapat sahabat.

Mitrasya ma caksusa sarvani bhutani samiksantam,
Mitrasyaham caksusa sarvani bhutani samikse,
Mitrasya caksusa samiksamahe

Yayur Weda XXXVI.18

Artinya : Semoga semua mahluk memandang kami dengan pandangan mata seorang sahabat,
semoga saya memandang semua makluk sebagai seorang sahabat,
semoga kami berpandangan penuh persahabatan.

Man mana bhava madbhakto madyaji mam namaskuru, mam evai syasitbai vam atmanan matparayanah
(Bhagavad Gita IX.34)


Artinya : Pusatkan pikiranmu kepada-Ku, berbakti kepada-Ku,  dan setelah kau mendisiplinkan jiwamu, maka Aku akan menjadi tujuanmu yang tertinggi dan kau akan tiba kepada-Ku

Nacyanti nawyah kawyani naranama wijanatam, bhasmi bhutesu wipresu mohad dattani datrbhih
(Manava Dharma Sastra III.97)

Arti Bebas : Persembahan yang dilakukan tanpa diketahui maknanya adalah sia-sia, sama dengan mempersembahkan kebodohannya dan persembahan itu tak ada bedanya dengan segenggam abu....

O cit sakhyam sakhya vavrtyam
Reg Weda X.10.1

Artinya : Kita harus memperlakukan seseorang dengan ramah


Guha nidhim parivitam asmani anante
Rgveda 1.130.3

Artinya : Bahwa di gunung-gunung mengandung harta benda yang amat bernilai.
Maka dari itu mari kita lestarikan alam di sekitar kita. Jangan membuang sampah sembarangan di alam terbuka (gunung, hutan, sungai, danau, laut)


Sekare pinaka ketulusang pikayunanga suci
Lontar Yadnya Prakerti

Bunga adalah lambang ketulusan dan keikhlasan pikiran yang suci.


Patram pushpam phalam toyam yo me bhaktya prayacchati

tad aham bhakty-upahritam ashnami prayatatmanah
Bhagavad Gita IX.26

Atinya : Siapapun yang sujud kepada-Ku dengan persembahan setangkai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, atau seteguk air, akan Aku terima sebagai bakti persembahan dari orang yang berhati suci.

Adbhirgatrani cuddhyanti manah satyena cuddhyati, widyatapobhyam bhutatma, buddhir jnanena cuddhyati.
Manawa Dharmasastra Buku V. 109

Artinya: Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa disucikan dengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dengan pengetahuan yang benar.

Rigveda (Pengetahuan Puji-pujian) Khanda 10: Visvedevas (Kuasa Tuhan – 165). 5
रचा कपोतं नुदत परणोदमिषं मदन्तः परि गांनयध्वम | संयोपयन्तो दुरितानि विश्वा हित्वा न ऊर्जं परपतात पतिष्थः ||
re ca kapotamm nudata… prannodamisyamm madantah pari… ghamnayadhvam… samyopayanto duritani visva… hitva na… urjamm prapatat patisythah..
“terciptanya kendaraan merpati… mengejar dengan ayat-ayat suci… sukacita… memberikan ternakmu makanan… melawan semua kesedihan dan kesulitan…. biarkan burung terbang cepat… meninggalkan kami… maju dan semangat…”

Yajurveda (Pengetahuan Pengorbanan) Khanda 4: 7.1.b
मुज्हे सौम्प् सकता है ताकत प्रोत्साहन प्रभावित हो प्रवृत्तियोन विचार खुलासे प्रसिद्धि शोहरत मानदन्द् प्रकाश स्वर्ग सानस मन अधिगम ध्वनि मन आनकः कान कौशल शक्ति बिजली जीवन बुधापे शरीर संरक्षन शरीर हद्दी जोदोन शरीर के सदस्योन के लिए ध्यान
mujhe saump sakata… hai takat protsahan prabhavit ho pravruttiyon vikhar khulase prasiddhi syoharat manada prakasy svarga sanas man adhigam dhvani man anakah kan kaushal syakti bijali jivan budhape syarir sanraksyan syarir haddi jodon syarir ke sadasyon ke lie dhyan
“semoga tercurahkan untukku… kekuatan, dorongan, pengaruh, kecenderungan, pemikiran, wahyu, ketenaran, kemasyhuran, norma, cahaya, surga, napas, pikiran, pembelajaran, suara, akal, mata, telinga, keterampilan, kekuatan, kekuatan, kehidupan, usia tua, tubuh, perlindungan, penjagaan bagi anggota tubuh, tulang, sendi, tubuh (kemakmuran melalui pengorbanan)”

Bhagavad Gita (Nyanyian Berkat Tuhan): Moksa-Opadesa Yoga (Wahyu Terakhir Kebenaran – 18). 70
अधयषत च य इअं धरय सअंवदम: | झञनयन तआहइतअः षमइत म मत: ||
adhyesyate ca.. ya imaṃ.. dharmamyamm samvadamm avyoh… | jnyanyajnynen… tenaham… isytahaa syamiti me… matih… ||
“Aku memaklumkan bahwa orang yang mempelajari percakapan kita yang suci ini… bersembahyang kepada-Ku dengan kecerdasannya…”

Upanishad – Mundaka Upanishad: Mundaka 1.2.8-9
अविदयायमअंतरे वर्तमानः स्वयं धीरः पंडितम मन्यमानः | जन्घंयामानानः परियन्ति मुधा अन्धेनैव नीयमाना यथान्धाः ||
avidyayam antare vartamanah svayam dhirah… panditam manyamanaḥ | janghanyamanah pariyanti mudhah… andhenaiva niyamana yathandhah
“ketika kebodohan tinggal dalam kegelapan, bijaksana dalam kesombongan mereka sendiri, dan kesombongan dengan pengetahuan yang sia-sia berputar-putar sempoyongan ke sana kemari, seperti orang buta yang dipimpin oleh orang buta”

अविद्यायं बहुधा वर्तमाना वयं क्र्तार्था इत्य अभीमन्यंती ब्लाह: | यात कर्मिनो न प्रवेदयन्ति रगत तेनातुरह क्सिनालोकास च्यवन्ते: ||
avidyayam bahudha vartamana vayam krtartha ity abhi-manyanti balah | yat karmino na pravedayanti ragat tenaturah ksinalokas cyavante
“ketika mereka telah lama hidup dalam kebodohan, mereka menganggap diri mereka bahagia karena orang-orang yang bergantung pada perbuatan baik | karena nafsu boros mereka, mereka jatuh dan menjadi sengsara ketika hidup mereka (di dunia yang mereka peroleh dengan perbuatan baik mereka) sudah selesai”

Atharvaveda (Pengetahuan Atharwa) 7.53.4
नहीन सानस क्या उसे च्होद दिया यहान तक कि सानस बन्द कर दिया और जाओ मैन उसके लिए सात र्रिषि से प्रार्थना करती हून: | मुज्हे आशा है कि वे स्वास्थ्य मेन उसके बुधापे मेन हून: ||
nahin sanas kya us khhod diya yahan tak ki sanas bankar diya aur jao main usak lie sat rrishi se prarthana karathi huna: | mujhe asya hai ki ve svasti men usak budhape men huna: ||
“Janganlah napasmu meninggalkan-Nya, sekalipun berhenti bernapas dan pergi! Aku mendoakan dia ke Tujuh Resi: semoga mereka sampaikan kepada-Nya dalam kesehatan untuk usia tua!”

Perkawinan Hindu




Dikemukakannya perkawinan umat Hindu di Bali dalam tulisan ini, sebagai dimaklumi bahwa mayoritas (lebih dari 93,5 %) penduduk Bali menganut agama Hindu, dengan demikian pengamatan terhadap perkawinan di daerah ini merupakan hal perlu untuk dipertimbangkan. Umat Hindu di daerah lainnya di Indonesia menempati posisi minoritas, walaupun ada beberapa daerah lainnya di luar pulau Bali, namun posisi mereka tidak dalam satu etnis, sehingga perkawinanHindu di daerah tersebut tampak mendapat pengaruh dari budaya setempat.
Berdasarkan pengamatan sejak beberapa tahun terakhir terjadi pergeseran utamanya dalam sistem atau jenis perkawinan, sedang acara ritual (upacara agama Hindu) tidak begitu menampakkan perubahan. Sebelum tahun 1960-an, ketika baru beberapa tahun Indonesia merdeka, masih ditemukan sistem perkawinan yang mendekati sistem perkawinan Raksasa dan Paiúaca seperti diuraiakan di atas. Pada masa itu, walaupun tidak banyak dapat ditemukan sistem perkawinan yang disebut ‘Mlagandang’, ‘Mrekunung’ dan ‘Mrekopong’, yakni perkawinan dengan memaksa mempelai perempuan, melarikan, memperkosa, membuat mabuk dan tidak berdaya dan bahkan dengan ancaman akan dibunuh oleh calon mempelai laki-laki bersama keluarganya. Setelah tahun 1960, didukung pula pendidikan masyarakat yang semakin maju dan diikuti dengan penegakkan hukum dan perundang-undangan, kasus-kasus semacam itu tidak tampak lagi terjadi.
Di Bali dikenali dengan tiga jenis atau sistem perkawinan, yaitu perkawinan meminang (Mapadik/Ngidih), kawin selarian (Ngelayat atau Ngerorod) dan perkawinan Nyentana atau Nyeburin. Berikut diuraikan masing-masing jenis perkawinan tersebut.
1)    Mapadik/Ngidih adalah perkawinan meminang yang dilakukan oleh keluarga calon mempelai laki-laki yang datang meminang ke rumah calon mempelai perempuan. Meminang dapat dilakukan bila telah ada kesepakatan antara kedua calon mempelai dan keduanya saling mencintai serta pelaksanaannya keluarga mempelai laki-laki diminta secara formal pada hari yang dianggap baik untuk meminang selanjutnya dilakukan upacara perkawinan (Saýskaravivàha) sesuai dengan ketentuan dalam agama Hindu. Kini perkawinan meminang ini merupakan hal yang umum dan lumrah dilakukan oleh seluruh kalangan masyarakat.
2)    Ngelayat/Ngerorod. Perkawinan selarian atau sering disingkat kawin lari dimaksudkan bahwa kedua calon mempelai atas dasar saling mencintai sepakat untuk lari bersama-sama ke rumah pihak ketiga untuk melakukan perkawinan. Oleh keluarga pihak ketiga dipermaklumkan kepada orang tua gadis dan orang tua calon mempelai laki-laki bahwa akan dilangsungkan upacara perkawinan. Perkawinan ini semacam katup pengaman bagi perkawinan yang tidak mendapast restu oleh orang tua mempelai perempuan. Di masa lalu keluarga-keluarga tertentu merasa lebih bermartabat bila menempuh perkawinan ini, karena bila meminang, terasa kehormatan keluarga laki-laki direndahkan, di samping dari segi pembiayaan perkawinan ini lebih sedikit menghabiskan biaya dibandingkan dengan perkawinan sistem meminang. Dewasa ini perkawinan Ngelayat atau Ngerorod ini sudah banyak ditinggalkan. Masyarakat kini merasa malu kalau keluarganya menempuh kawin lari, kacuali karena faktor-faktor tertentu terutama menyangkut harga diri seseorang yang masih ditutupi oleh kabut feodalisme.
3)    Nyentana/Nyeburin. Nyentana dipandang lebih terhormat dibandingkan dengan Nyeburin. Kedua jenis perkawinan ini merupakan kebalikan dari sistem perkawinan yang umum, utamanya menyangkut status mempelai laki-laki. Dalam kedua jenis perkawinan ini, mempelai laki-laki tinggal di rumah asal mempelai perempuan dan statusnya sebaagai status mempelai perempuan utamanya menyangkut waris dan kewajiban memelihara pura keluarga mempelai perempuan. Dalam perkawinan Nyentana, keluarga mempelai perempuan meminang calin mempelai laki-laki, sedang dalam Nyeburin, mempelai laki-laki datang ke rumah mempelai perempuan untuk mengikuti upacara perkawinan. Kedua jenis perkawinan di atas umum dilakukan di Kabupaten Tabanan, Bali walaupun di keluarga mempelai wanita terdapat saudara-saudaranya yang laki-laki sebagai pelanjut keturunan keluarga itu.
Simpulan
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1)    Perempuan Hindu menurut Veda dan Susastra Hindu memiliki kedudukan yang tinggi, terhormat, sebagai sarjana, dapat memimpin pasukan ke medan perang, sebagai guru, sebagai ibu atau calon ibu yang akan melahirkan putra suputra, perwira dan berbudhi pekerti yang luhur.
2)    Perkawinan dalam perspektif Hindu mengandung makna untuk secara sempurna melaksanakan ajaran agama (dharma), melahirkan putra suputra dan berbudi pekerti yang luhur, serta memuskan dorongan nafsu seksual sesuai dengan ajaran agama dan hukum yang berlaku.
3)    Azas perkawinan Hindu adalah monogami, dengan sistem perkawinan laki-laki sebagai kepala rumah tangga (patriarchat) dalam keadaan seseorang tidak memiliki anak laki-laki,  anak perempuan dapat distatuskan sebagai purusa (laki-laki) untuk melanjutkan keturunan, pemeliharaan tempat suci keluarga dan pewarisan.
Daftar Pustaka
Basham, A.L.1992. The Wonder That Was India. New Delhi: Rupa & Co.
Chand, Devi. 1982. The Atharvaveda. New Delhi: Motilal Banarsidass.
Hooykaas. C & T. Goudriaan, 1971. Stuti and Stava of Balinese Brahman Priest.  Amsterdam, London: North Holland Publishing Company.
Kantawala, S.G.1989. Marriage and Family in The Mahàbhàrata Some Aspects, in Moral Dilemmas in The Mahàbhàrata.Edited by Bimal Krishna Matilal. New Delhi: Motilal Banarsidass.
Nihshreyasananda. 1982. Great Women in the Ràmàyaóa, dalam Great Women of  India, Advaita Ashrama, Mayavati, Almora, Himalaya.
Pandey, Rajbali. 1991. Hindu Saýskara. New Delhi: Motilal Banarsidass.
Prabhu, R.K. & U.R.Rao. 1967. The Mind of Mahatma Gandhi. Ahmedabad, India: The Navajivan Trust.
Radhakrishan, S. 1990. The Principal of Upaniûads. Bombay: Oxford University Press.
Rajendra Chandra Hazra, 1982. Great Women in The Puranas, dalam Great Women of  India. Mayavati, Almora, Himalaya: Advaita Ashrama.
Suniti Bala Gupta.1982. Women Characters in the Stories of the Mahàbhàrata, dalam Great Women of  India. Mayavati, Almora, Himalaya: Advaita Ashrama.
Sushil Kumar De. 1982. Great Women in Vedic Literature, dalam Great Women of  India. Mayavati, Almora, Himalaya: Advaita Ashrama.
Titib, I Made. 1998. Veda, Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita.
——,  1998. Citra Wanita Dalam kakawin Ràmàyaóa (Cermin Masyarakat Hindu  Tentang Wanita). Surabaya: Paramita.

Minggu, 04 Desember 2011

rangkuman cerita mahabrata

Masyarakat Indonesia sudah akrab dengan Epos India ini, demikian juga di belahan dunia lain, mungkin banyak yang belum menyadari bahwa dalam Mahabharata banyak sekali penjabaran Veda yang termuat dalah dialog para okoh cerita. dan Bhagavad Gita yang jadi pedoman utama umat Hindu ada dalam kisah Epos ini
Mahābhārata merupakan kisah epik yang terbagi menjadi delapan belas kitab atau sering disebut Astadasaparwa.

Thread ini bertujuan memperdalam pemahamn kita terhadap Mahabharata dan mengambil pelajaran yang berharga yang terkandung didalamnya

secara singkat berikut disajikan ringkasan sederhana masing2 Parwa dari 18 Parwa Mahabharata


Adiparwa

Kisah para leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa kanak-kanak Pandawa dan Korawa dan juga kisah kelahiran radheya ( karna ) ,
untuk menhindari perselisihan atas tahta antara Pandawa dengan Kaurawa maka Hastina dibagi menjadi dua bagian yaitu Hastina pura dan wilayah Hastina yang berupa Hutan, Kandava... lalu Pandawa menbangun kerajaan disana dinamakan Indraprastha lalu mengadakan Aswamedha yajna (upacara Kuda utk meluaskan pengaruh kerajaan dan eksistensi Raja di Raja ), kemudian dilanjut dengan Rajasuya ( penobatan seorang Maharaja ).

keberhasilan Pandawa melaksankan Aswamedha dan Rajasuya lah yang makin memicu kebencian dan irihati Duryodhana ( ini merupakan salah satu hal pokok dlm keseluruhan Mahabharata)


Sabhaparwa
Kitab Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di sebuah sabha (balai pertemuan) bernama Jayanta untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena usaha licik Sangkuni, permainan dimenangkan selama dua kali oleh Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa penyamaran selama 1 tahun.


Wanaparwa
Kitab Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna bertapa digunung Indrakila bukan Himalaya ( Himalaya yg kita tau merupakan sebutan untuk Gunung Kailasa tempat bersthana Deva Siva ) untuk memperoleh Anugerah Pasupata dari Siva ( Pasopati) serta astra Devata lainnya (aindraastra= senjata Indra, agneastra= senjata Agni Vaywaastra= senjata Vayu dll...) sebagai alat utk memenangkan perang dengan Kaurawa bila nanti Perang pecah, oh ya Arjunawiwaha pun memiliki banyak perbedaan dengan kisah aslinya di Wanaparwa


Wirataparwa
Kitab Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan Wirata setelah mengalami pengasingan selama 12 tahun. Yudistira menyamar sebagai ahli agama, Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru tari, Nakula sebagai penjinak kuda, Sahadewa sebagai pengembala, dan Dropadi sebagai penata rias.
kisah pernikahan Abhimanyu dengan Uttari ( putri Wirata ) sehingga tercipta hubungan kekeluargaan antara Pandawa dgn Wirata, hal ini penting disampaikan karena Wirata merupakan sekutu Pandawa terpenting disamping Pancala ( kerajaan Drupada ayah Drupadi ) dalam Perang Besar


Udyogaparwa
Kitab Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata (Bharatayuddha). Khrisna yang bertindak sebagai Duta perdamaian gagal merundingkan perdamaian dengan Kaurawa. Pandawa dan Kaurawa pun mencari pendukung sebanyak-banyaknya di seluruh penjuru , dan hampir seluruh Kerajaan dari segala penjuru terbagi menjadi dua kelompok.
tambahan....
Kaurawa mempunyai 11 auksahuni Pandawa hanya 7 Aukhsahini, perlu juga disajikan tentang keberpihakan Salya pada Kaurawa, juga tentang pembicaraan Khrisna dengan Radheya yg mengungkap jadi diri Radheya ( Karna ), juga kunjungan Kunti pada Radheya dimana Radheya berjanji tidak akan membunuh Pandawa kecuali Arjuna. kemudian tentang Khrisna yg menawarkan pilihan , dirinya atau pasukan Narayana ( pasukan elit bangsa Whrisni ) kepada Duryodhana dan Arjuna saat keduanya meminta bantuan pada Khrisna juga sikap Netral Balarama ( Baladewa ). hal2 diatas penting disampaikan karena merupakan sebab2 penting dari Parwa2 selanjutnya


Bhismaparwa
Kitab Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran di Kurukshetra. Dalam beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara Kresna dan Arjuna menjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal sebagai kitab Bhagavad Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan gugurnya Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna yang dibantu oleh Shikandin.
Sikhandin ( kakak Drupadi dan Dhristadyumna ) merupakan titisan Amba (seorang putri yang ditolak oleh Bhisma menjadi istri, lalu bersumpah akan balas dendam atas penderitaannya yang disebabkan oleh Bhisma) tapi dia terlahir sebagai Wanita lalu bertukar kelamin deng seorang Yaksha ( mahluk surgawi ) sehingga menjadi laki-laki tulen, tapi Bhisma (Devavrata) tetap mengenali Sikhandi sebagai titisan Amba



Dronaparwa
Kitab Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan Drona sebagai panglima perang Kaurawa. Drona berusaha menangkap Yudistira, namun gagal. Drona gugur di medan perang karena dipenggal oleh Drestadyumna ketika melakukan yoga untuk meninggalkan tubuh maya nya setelah kebohongan Yudhisthira tentang kematian Aswatthama. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca.


Karnaparwa
Kitab Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai panglima perang oleh Duryodana setelah gugurnya Bhisma, Drona, dan sekutunya yang lain. Dalam kitab tersebut diceritakan gugurnya Dussasana oleh Bhima. Salya menjadi kusir kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. namun akhirnya setelah melihat keksatriaan dan sifat agung Karna, Salya memutuskan menjadi kusir karna dengan sepenuh hati. karna gugur sewaktu berusaha mengangkat roda keretanya yg terbenam dalam lumpur akibat kutukan seorang Bhrahmana.

Salyaparwa
Kisah diangkatnya Salya, Raja Madra menjadi panglima pihak Kaurawa, dalam parva inilah peperangan mencapai batas akhir. setelah gugurnya Salya dan Sakuni berlanjut dengan Gadayudha antara Bhima dan Duryodhana. hingga akhirnya Kaurawa hanya tinggal Kripa Aswatthama dan Krtawarman.

Sauptikaparwa
Kitab Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa. Pada malam hari, ia bersama Kripa dan Krtawarman menyusup ke dalam kemah pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang termasuk Lima putra Pandawa Dhristayudmna ,Shikandin dan Pahlawan Pancala lainnya. Setelah itu ia melarikan diri ke pertapaan Vyasa. yang kemudian disusul oleh Pandawa dan terjadi pertarungan Aswatthama dengan Arjuna. Vyasa dan Khrisna dapat menyelesaikan permasalahan itu.Aswatthama dikutuk oleh Khrisna karena menggunakan senjata terlarang untuk membunuh keturunan Pandawa.


Striparwa
Kitab Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami mereka di medan pertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karna yang menjadi rahasia pribadinya.
di Parwa inilah Gandhari ( setelah meratapi mayat Duryodhana ) mengutuk Khrisna bahwa 36 Tahun setelah perang ini. Bangsa Yadawa akan mengalami kehancuran yang sama karena perang saudara antara sepupu.


Santiparwa
Kitab Santiparwa berisi kisah pertikaian Batin Yudisthira karena telah membunuh saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci oleh Rsi Vyasa dan Rsi Narada memang memberikan wejangan pada Yudhisthira karena menyesali pembunuhan sepupunya, terutama pembunuhan Radheya ( karna ) saudara tertua mereka.

Anusasanaparwa
Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudisthira kepada Bhisma untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha, aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya (atas ijin dari Khrisna). Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.

Aswamedhikaparwa
Kitab Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja Yudisthira. Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikhesit yang semula tewas dalam kandungan karena senjata Brahmasirsa Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh Sri Khrisna.

Asramawasikaparwa
Kitab Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Dhrstarastra, Gandhari, Kunti, Widura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk meninggalkan dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudisthira. Akhirnya Rsi Narada datang membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api sucinya sendiri.

Mosalaparwa
Kitab Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Whrisni. Khrisna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna mengunjungi Dwarawati dan mendapati bahwa kota tersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi Vyasa, Pandawa dan Draupadi menempuh hidup sanyasin atau mengasingkan diri dan meninggalkan kehidupan duniawi.

Mahaprastanikaparwa
Kitab Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan Pandawa dan Draupadi ke puncak gunung Himalaya, sementara tahta kerajaan diserahkan kepada Parikhesit, cucu Arjuna. Dalam pengembaraannya, Draupadi dan para Pandawa kecuali Yudisthira, tewas dalam perjalanan.



Swargarohanaparwa
Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudisthira yang mencapai puncak gunung Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma.

Sabtu, 16 Juli 2011

ucapan hari galungan n kuningan


sapa tau yg kehabisan ide, ini ada sedikit sms ucapan GALUNGAN dan KUNINGAN yg menarik..^^, silakan di forward. hehe…
  1. Jika hati sejernih air, jangan biarkan ia keruh/
    Jika hati seputih awan, jgn biarkan dia mendung/
    Dika pikiran dan prasangka membuat hati gelap, mari terangi dengan cahaya sucinya DHARMA.
    “rahajeng nganggra rahina Galungan”
  2. 1 senyum mengawali persahabatan/ 1 tawa menghapus kesedihan/
    1 tindakan mengartikan kata/ 1 doa memberikan harapan
    1 sms menyampaikan “selamat hari raya Galungan dan Kuningan”
  3. sperti senyum memeluk damai….
    seperti cinta memeluk kebahagian…
    begitulah sewajarnya kita memluk dharma…
    ”’rahajeng nyanggra rahina galungan lan kuningan…””
  4. gemerincing suara genta, semerbak harum bau dupa dan indahnya lekukan penjor menghiasi setiap jalan2 suatu bukti bahwa hari kemenangan ini telah datang dan menjadi milik semua mahluk yg berkenan kepadaNYA. Selamat hari raya Galungan Dan Kuningan..
  5. Rahajeng nyanggra rahine galungan in kunigan …. di hari yg dharma ini mari kita sell nyebarkan kedarmaan kepada semua umat . agar bumi ini mnjadi ringan .supaya jauh dari mara bencana..
    om shanthi shanthi shanthi om
  6. I dunno where to start/ when the ‘peace’ comes to heart/
    It make me trying hard/to believe the god/ -iseng word-
    Rahajeng Galungan lan Kuningan, dumogi iraga ngomolihin rahayu ring rahinane mangkin/
    Selamat mencipta dharma dalam hati utk kedamaian sejati/
    Suksma
  7. Jukut serapah lawar serati/jani nampah mani mebakti/
    Guling muani basa uyah sera/ngiring sareng sami mulat sarira/
    Rahajeng nyanggra rahina jagat Galungan lan Kuningan/
    Dumogi ngemanggihin kerahayuan ring jagat puniki.
    Om santih,santih,santih,om
  8. Om Swatyastu, Rahajeng nyangra Galungan, Kuningan lan Nyepi Warsa Caka 1931. Dumogi nemu kerahayuan, kesusekerthaan lan side labda karya.
    Om Shanti, Shanti, Shanti Om
  9. Ngelawar bangkung di ceningan
    Selamat Galungan lan kuningan
    Baju baru lengen dawa
    Smoga selalu sehat bahagia
    Banten saeban di pure
    Nenten wenten malih sinampure!!!!
  10. Lugrayang tiang ngcarang rahajeng nyanggra galungan sane mangkin/ Lan mangda karya iraga setata becik lan nemu dahating sidaning doh/
    Nemu kerahayuan jagadhita
  11. Andai jarak tak kuasa berjabat, setidaknya kata masih dapat terungkap. Tulus hati meminta maaf
    Tiada pemberian trindah&perbuatan trmulia selain maaf & saling memaafkan. “SELAMAT HARI RAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN”
    Semoga di hari kemenangan dharma ini, hati tetap bersih dan suci.
  12. Sepuluh jari tersusun rapi.. Bunga melati pengharum hati .. SMS dikirim pengganti diri… smoga tetep bisa nguasai hati yang tetep suci…Met Galungan dan Kuningan
  13. Harumnya Asap Dupa…..Wanginya bunga serta Indahnya lantunan Mantra yang dikumandangkan….. membawa keheningan dan kedamaian dalam pikiran dan hati untuk mendekatkan diri pada NYA. Marep ring semeton Bali (Hindu) sami sane magenah ring Indone…sia yadiapin di Luar negeri…….RAHAJENG NYANGGRA RAHINA GALUNGAN LAN KUNINGAN:::::::: DUMOGI IDA SANG HYANG WIDI WACA MICAYANG KERAHAYUAN
  14. Rahajeng Rahinan Jagad Galungan lan Kuningan Dumogi Asung Kertha Nugraha Kapica Ring Sang Hyang Widhi Wasa

Minggu, 01 Mei 2011

Weda Sumber Ajaran Agama Hindu

Pengertian Weda
Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Bahasa Weda
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.
Pembagian dan Isi Weda
Weda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Weda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smerti isinya bersumber dari Weda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smerti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.
Srutistu wedo wijneyo dharma
sastram tu wai smerth,
te sarrtheswamimamsye tab
hyam dharmohi nirbabhau. (M. Dh.11.1o).
Artinya:
Sesungguhnya Sruti adalah Weda, demikian pula Smrti itu adalah dharma sastra, keduanya harus tidak boleh diragukan dalam hal apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama Hindu. (Dharma)
Weda khilo dharma mulam
smrti sile ca tad widam,
acarasca iwa sadhunam
atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).
Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).
Srutir wedah samakhyato
dharmasastram tu wai smrth,
te sarwatheswam imamsye
tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).
Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.
Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smerti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.
Untuk mempermudah sistem pembahasan materi isi Weda, maka dibawah ini akan diuraikan tiap-tiap bagian dari Weda itu sebagai berikut:
SRUTI
Sruti adalah kitab wahyu yang diturunkan secara langsung oleh Tuhan (Hyang Widhi Wasa) melalui para maha Rsi. Sruti adalah Weda yang sebenarnya (originair) yang diterima melalui pendengaran, yang diturunkan sesuai periodesasinya dalam empat kelompok atau himpunan. Oleh karena itu Weda Sruti disebut juga Catur Weda atau Catur Weda Samhita (Samhita artinya himpunan). Adapun kitab-kitab Catur Weda tersebut adalah:
Rg. Weda atau Rg Weda Samhita.
Adalah wahyu yang paling pertama diturunkan sehingga merupakan Weda yang tertua. Rg Weda berisikan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10.552 mantra dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala. Mandala II sampai dengan VIII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan Sapta Rsi sebagai penerima wahyu. Wahyu Rg Weda dikumpulkan atau dihimpun oleh Rsi Pulaha.
Sama Weda Samhita.
Adalah Weda yang merupakan kumpulan mantra dan memuat ajaran mengenai lagu-lagu pujaan. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Wahyu Sama Weda dihimpun oleh Rsi Jaimini.
Yajur Weda Samhita.
Adalah Weda yang terdiri atas mantra-mantra dan sebagian besar berasal dari Rg. Weda. Yajur Weda memuat ajaran mengenai pokok-pokok yajus. Keseluruhan mantranya berjumlah 1.975 mantra. Yajur Weda terdiri atas dua aliran, yaitu Yayur Weda Putih dan Yayur Weda Hitam. Wahyu Yayur Weda dihimpun oleh Rsi Waisampayana.
Atharwa Weda Samhita
Adalah kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis. Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda. Isinya adalah doa-doa untuk kehidupan sehari-hari seperti mohon kesembuhan dan lain-lain. Wahyu Atharwa Weda dihimpun oleh Rsi Sumantu.
Sebagaimana nama-nama tempat yang disebutkan dalam Rg. Weda maka dapat diperkirakan bahwa wahyu Rg Weda dikodifikasikan di daerah Punjab. Sedangkan ketiga Weda yang lain (Sama, Yayur, dan Atharwa Weda), dikodifikasikan di daerah Doab (daerah dua sungai yakni lembah sungai Gangga dan Yamuna.
Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad.
Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.
SMERTI
Smerti adalah Weda yang disusun kembali berdasarkan ingatan. Penyusunan ini didasarkan atas pengelompokan isi materi secara sistematis menurut bidang profesi. Secara garis besarnya Smerti dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni kelompok Wedangga (Sadangga), dan kelompok Upaweda.
Kelompok Wedangga:
Kelompok ini disebut juga Sadangga. Wedangga terdiri dari enam bidang Weda yaitu:
(1). Siksa (Phonetika)
Isinya memuat petunjuk-petunjuk tentang cara tepat dalam pengucapan mantra serta rendah tekanan suara.

(2). Wyakarana (Tata Bahasa)
Merupakan suplemen batang tubuh Weda dan dianggap sangat penting serta menentukan, karena untuk mengerti dan menghayati Weda Sruti, tidak mungkin tanpa bantuan pengertian dan bahasa yang benar.

(3). Chanda (Lagu)
Adalah cabang Weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan Weda, peranan Chanda sangat penting. Karena dengan Chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyanyian yang mudah diingat.

(4). Nirukta
Memuat berbagai penafsiran otentik mengenai kata-kata yang terdapat di dalam Weda.

(5). Jyotisa (Astronomi)
Merupakan pelengkap Weda yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tata surya, bulan dan badan angkasa lainnya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.

(6). Kalpa
Merupakan kelompok Wedangga (Sadangga) yang terbesar dan penting. Menurut jenis isinya, Kalpa terbagi atas beberapa bidang, yaitu bidang Srauta, bidang Grhya, bidang Dharma, dan bidang Sulwa. Srauta memuat berbagai ajaran mengenai tata cara melakukan yajna, penebusan dosa dan lain-lain, terutama yang berhubungan dengan upacara keagamaan. Sedangkan kitab Grhyasutra, memuat berbagai ajaran mengenai peraturan pelaksanaan yajna yang harus dilakukan oleh orang-orang yang berumah tangga. Lebih lanjut, bagian Dharmasutra adalah membahas berbagai aspek tentang peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara. Dan Sulwasutra, adalah memuat peraturan-peraturan mengenai tata cara membuat tempat peribadatan, misalnya Pura, Candi dan bangunan-bangunan suci lainnya yang berhubungan dengan ilmu arsitektur.
 
Kelompok Upaweda:
Adalah kelompok kedua yang sama pentingnya dengan Wedangga. Kelompok Upaweda terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
(1). Itihasa
Merupakan jenis epos yang terdiri dari dua macam yaitu Ramayana dan Mahabharata. Kitan Ramayana ditulis oleh Rsi Walmiki. Seluruh isinya dikelompokkan kedalam tujuh Kanda dan berbentuk syair. Jumlah syairnya sekitar 24.000 syair. Adapun ketujuh kanda tersebut adalah Ayodhya Kanda, Bala Kanda, Kiskinda Kanda, Sundara Kanda, Yudha Kanda dan Utara Kanda. Tiap-tiap Kanda itu merupakan satu kejadian yang menggambarkan ceritra yang menarik. Di Indonesia cerita Ramayana sangat populer yang digubah ke dalam bentuk Kekawin dan berbahasa Jawa Kuno. Kekawin ini merupakan kakawin tertua yang disusun sekitar abad ke-8.

Disamping Ramayana, epos besar lainnya adalah Mahabharata. Kitab ini disusun oleh maharsi Wyasa. Isinya adalah menceritakan kehidupan  keluarga Bharata dan menggambarkan pecahnya perang saudara diantara bangsa Arya sendiri. Ditinjau dari arti Itihasa (berasal dari kata "Iti", "ha" dan "asa" artinya adalah "sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya") maka Mahabharata itu gambaran sejarah, yang memuat mengenai kehidupan keagamaan, sosial dan politik menurut ajaran Hindu. Kitab Mahabharata meliputi 18 Parwa, yaitu Adiparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Sauptikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprastanikaparwa, dan Swargarohanaparwa.

Diantara parwa-parwa tersebut, terutama di dalam Bhismaparwa terdapatlah kitab Bhagavad Gita, yang amat masyur isinya adalah wejangan Sri Krsna kepada Arjuna tentang ajaran filsafat yang amat tinggi.

(2). Purana
Merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat ceitra-ceritra yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan. Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang ceritra kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme (Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai madzab Hindu. Adapun kitab-kitab Purana itu terdiri dari 18 buah, yaitu Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana, Brahma Purana, Wisnu Purana, Narada Purana, Bhagawata Purana, Garuda Purana, Padma Purana, Waraha Purana, Matsya Purana, Kurma Purana, Lingga Purana, Siwa Purana, Skanda Purana dan Agni Purana.

(3) Arthasastra
Adalah jenis ilmu pemerintahan negara. Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini adalah kitab Usana, Nitisara, Sukraniti dan Arthasastra. Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.

(4) Ayur Weda
Adalah kitab yang menyangkut bidang kesehatan jasmani dan rohani dengan berbagai sistem sifatnya. Ayur Weda adalah filsafat kehidupan, baik etis maupun medis. Oleh karena demikian, maka luas lingkup ajaran yang dikodifikasikan di dalam Ayur Weda meliputi bidang yang amat luas dan merupakan hal-hal yang hidup. Menurut isinya, Ayur Weda meliptui delapan bidang ilmu, yaitu ilmu bedah, ilmu penyakit, ilmu obat-obatan, ilmu psikotherapy, ilmu pendiudikan anak-anak (ilmu jiwa anak), ilmu toksikologi, ilmu mujizat dan ilmu jiwa remaja.

Disamping Ayur Weda, ada pula kitab Caraka Samhita yang ditulis oleh Maharsi Punarwasu. Kitab inipun memuat delapan bidan ajaran (ilmu), yakni Ilmu pengobatan, Ilmu mengenai berbagai jens penyakit yang umum, ilmu pathologi, ilmu anatomi dan embriologi, ilmu diagnosis dan pragnosis, pokok-pokok ilmu therapy, Kalpasthana dan Siddhistana. Kitab yang sejenis pula dengan Ayurweda, adalah kitab Yogasara dan Yogasastra. Kitab ini ditulis oleh Bhagawan Nagaryuna. isinya memuat pokok-pokok ilmu yoga yang dirangkaikan dengan sistem anatomi yang penting artinya dalam pembinaan kesehatan jasmani dan rohani.

(5) Gandharwaweda
Adalah kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.
 
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa kelompok Weda Smerti meliptui banyak buku dan kodifikasinya menurut jenis bidang-bidang tertentu. Ditambah lagi kitab-kitab agama misalnya Saiwa Agama, Vaisnawa Agama dan Sakta Agama dan kitab-kitab Darsana yaitu Nyaya, Waisesika, Samkhya, Yoga, Mimamsa dan Wedanta. Kedua terakhir ini termasuk golongan filsafat yang mengakui otoritas kitab Weda dan mendasarkan ajarannya pada Upanisad. Dengan uraian ini kiranya dapat diperkirakan betapa luasnya Weda itu, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalam ajaran Weda, yang perlu adalah disiplin ilmu, karena tiap ilmu akan menunjuk pada satu aspek dengan sumber-sumber yang pasti pula. Hal inilah yang perlu diperhatikan dan dihayati untuk dapat mengenal isi Weda secara sempurna.
Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama)
Disusun oleh Drs. Anak Agung Gde Oka Netra

Sabtu, 30 April 2011

Mengenal Agama Hindu edisi 16 Sejarah Agama Hindu

Mengenal Agama Hindu edisi 16 Sejarah Agama Hindu

Sejarah Agama Hindu
Bagaimanakah perkembangan Agama Hindu di India dan d Indonesia?…
Untuk menjawab pertanyaan ini saya postingkan karya Bapak Drs. Anak Agung Gede Oka Netra dalam Tuntunan Dasar Agama Hindu:
PENGANTAR
Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami.
Banyak para ahli dibidang agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam- macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti.
Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu.
Sebagai Contoh: “Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu”.
Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama Hindu.
AGAMA HINDU DI INDIA
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap  Dewa-dewa.
Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut “Rta“. Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.
Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya “Tata Cara Upacara” beragama yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.
Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.
Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama “Sidharta“, menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.
Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.
MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA
Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.
Krom (ahli – Belanda), dengan teori Waisya.
Dalam bukunya yang berjudul “Hindu Javanesche Geschiedenis“, menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India.
Mookerjee (ahli – India tahun 1912).
Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.
Moens dan Bosch (ahli – Belanda)
Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu India ke Indonesia.
Data Peninggalan Sejarah di Indonesia.
Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:
Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):
Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.
Prasasti Porong (Jawa Tengah)
Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.
AGAMA HINDU DI INDONESIA
Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman”. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan “Vaprakeswara“.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu”
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: “Sruti indriya rasa“, Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada  ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan  menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Direproduksi kembali dari buku Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama)
Disusun oleh: Drs. Anak Agung Gde Oka Netra