Satatam kirtayanto mam
yatantas ca drdha vratah
namasyantas ca mam bhakty?
nitya-yukta upasate.
(Bhagawadgita. IX. 14)
SETIAP orang sepertinya mendambakan karunia Tuhan dalam perjalanan hidupnya ini. Mencapai karunia Tuhan menurut sloka Bhagawadgita yang dikutip dalam tulisan ini menyatakan bahwa tidak cukup hanya dengan memohon pada Tuhan dalam wujud sembahyang saja.
Demikian juga pengertian karunia Tuhan bukan hanya dalam wujud hidup enak bersenang-senang. Pengertian setiap orang tentang “karunia Tuhan” berbeda-beda. Perbedaan pengertian itu terjadi pada setiap orang baik umat yang seagama maupun yang berbeda beda agama.
Ambil contoh orang yang hidupnya kaya, sehat, bermartabat, menjabat di lembaga yang terpandang dan punya wewenang. Orang yang keadaannya seperti itu dan sejenisnya dinyatakan mendapat karunia Tuhan. Kalau ada orang yang hidupnya menderita seperti sakit-sakitan, miskin, tidak terkenal, dan tidak punya wewenang apa-apa. Orang yang keadaannya seperti itu ada yang menyebut sebagai hidup yang dikutuk oleh Tuhan. Ada banyak lagi pendapat tentang karunia dan kutukan Tuhan yang berbeda-beda dengan aneka ragam argumentasi.
Dalam bahasa Indonesia, ada istilah karunia Tuhan, anugerah Tuhan, kasih sayang Tuhan, dan rahmat Tuhan sebagai istilah untuk menyatakan bahwa Tuhan itu amat baik kepada manusia. Kata “karunia” berasal dan bahasa Sansekerta, karuna, yang artinya kasih sayang. Kemungkin besar kata “karunia” itu diambil dari salah satu dari ajaran Catur Paramita yaitu karuna yang memang maksudnya mengasih-sayangi semua makhluk ciptaan Tuhan.
Dalam konsep agama Hindu yang dinyatakan dalam berbagai pustaka sucinya bahwa Tuhan menciptakan ajaran karmaphala. Karma artinya perbuatan atau pekerjaan dan phala artinya hasil. Orang hidup menderita dan bahagia itu hanya memetik hasil perbuatannya saja sebagaimana yang diajarkan dalam ajaran karmaphala itu.
Manusia yang berbuat baik dan benar disebut subha karma dan yang berbuat tidak baik dan tidak benar disebut asubha karma. Kalau karma itu berdasarkan dharma disebut subha karma, Sedangkan kalau berbuat yang berlawanan dengan dharma disebut asubha karma. Tuhanlah sebagai pencipta hukum karmaphala. Menurut pandangan ini, perbuatan yang baik dan benar akan memberikan pahala yang baik dan mulia. Sebaliknya perbuatan yang tidak baik dan salah apalagi jahat akan menimbulkan pahala yang tidak baik bagi pelakunya.
Karunia Tuhan itu pemberian karmaphala yang tepat dan adil sesuai dengan perbuatan yang dilakukan seseorang. Itulah bentuk karunia Tuhan. Karena itu, suka dan duka kedua-duanya adalah karunia Tuhan. Keadaan duka sering dipahami sebagai kutukan. Namun dalam bahasa rohani, hal itu adalah karunia pengambilan karma buruk yang pernah kita lakukan. Tidak mungkin derita itu diberikan oleh Tuhan tanpa alasan karma. Dengan pemahaman bahwa derita sebagai pengambilan karma buruk oleh Tuhan, itu berarti penyucian dan memiliki kekuatan untuk tidak mudah putus asa dalam hidup ini. Dengan pemahaman itu, derita akan lebih ringan dirasakan. Di samping itu sikap menyalahkan orang lain pun dalam menghadapi derita akan dapat dikurangi.
Yang utama adalah bagaimana kita berusaha mencapai karunia Tuhan itu. Hal inilah yang dinyatakan dalam sloka Bhagawadgita. Ada empat hal yang wajib dilakukan orang yaitu kirtanam, yatantah, drdha urata, dan namasyantah. Keempat hal itu dilakukan sebagai wujud bhakti kita pada Tuhan. Memuja Tuhan dengan menyanyikan nama-namaNya sebagai bentuk bhakti disebut kirtanam atau bhajanam.
Sedangkan yatantah artinya terus berusaha dengan sungguh-sungguh sesuai dengan swadharma kita masing-masing. Apapun yang kita tekadkan dalam diri untuk menyelenggarakan hidup pasti ada hambatannya. Orang yang konsisten dan tahan menghadapi berbagai hambatan dan tantangan hidup dalam mewujudkan janji dirinya, itulah yang kemudian disebut drdhavrata. Menetapkan janji diri dalam hidup ini hendaknya dilakukan dengan kajian mendalam sebelum janji diri itu ditetapkan dengan kekuatan dan keseimbangan eksistensi jasmani dan rohani.
Dengan demikian, segala sesuatunya sudah terpikirkan dalam menetapkan janji diri itu. Namasyantah artinya senantiasa memuja dan menghormati Tuhan sesuai dengan petunjuk sastranya. Semuanya itu dilakukan sebagai wujud bhakti mencapai karunia Tuhan.
yatantas ca drdha vratah
namasyantas ca mam bhakty?
nitya-yukta upasate.
(Bhagawadgita. IX. 14)
SETIAP orang sepertinya mendambakan karunia Tuhan dalam perjalanan hidupnya ini. Mencapai karunia Tuhan menurut sloka Bhagawadgita yang dikutip dalam tulisan ini menyatakan bahwa tidak cukup hanya dengan memohon pada Tuhan dalam wujud sembahyang saja.
Demikian juga pengertian karunia Tuhan bukan hanya dalam wujud hidup enak bersenang-senang. Pengertian setiap orang tentang “karunia Tuhan” berbeda-beda. Perbedaan pengertian itu terjadi pada setiap orang baik umat yang seagama maupun yang berbeda beda agama.
Ambil contoh orang yang hidupnya kaya, sehat, bermartabat, menjabat di lembaga yang terpandang dan punya wewenang. Orang yang keadaannya seperti itu dan sejenisnya dinyatakan mendapat karunia Tuhan. Kalau ada orang yang hidupnya menderita seperti sakit-sakitan, miskin, tidak terkenal, dan tidak punya wewenang apa-apa. Orang yang keadaannya seperti itu ada yang menyebut sebagai hidup yang dikutuk oleh Tuhan. Ada banyak lagi pendapat tentang karunia dan kutukan Tuhan yang berbeda-beda dengan aneka ragam argumentasi.
Dalam bahasa Indonesia, ada istilah karunia Tuhan, anugerah Tuhan, kasih sayang Tuhan, dan rahmat Tuhan sebagai istilah untuk menyatakan bahwa Tuhan itu amat baik kepada manusia. Kata “karunia” berasal dan bahasa Sansekerta, karuna, yang artinya kasih sayang. Kemungkin besar kata “karunia” itu diambil dari salah satu dari ajaran Catur Paramita yaitu karuna yang memang maksudnya mengasih-sayangi semua makhluk ciptaan Tuhan.
Dalam konsep agama Hindu yang dinyatakan dalam berbagai pustaka sucinya bahwa Tuhan menciptakan ajaran karmaphala. Karma artinya perbuatan atau pekerjaan dan phala artinya hasil. Orang hidup menderita dan bahagia itu hanya memetik hasil perbuatannya saja sebagaimana yang diajarkan dalam ajaran karmaphala itu.
Manusia yang berbuat baik dan benar disebut subha karma dan yang berbuat tidak baik dan tidak benar disebut asubha karma. Kalau karma itu berdasarkan dharma disebut subha karma, Sedangkan kalau berbuat yang berlawanan dengan dharma disebut asubha karma. Tuhanlah sebagai pencipta hukum karmaphala. Menurut pandangan ini, perbuatan yang baik dan benar akan memberikan pahala yang baik dan mulia. Sebaliknya perbuatan yang tidak baik dan salah apalagi jahat akan menimbulkan pahala yang tidak baik bagi pelakunya.
Karunia Tuhan itu pemberian karmaphala yang tepat dan adil sesuai dengan perbuatan yang dilakukan seseorang. Itulah bentuk karunia Tuhan. Karena itu, suka dan duka kedua-duanya adalah karunia Tuhan. Keadaan duka sering dipahami sebagai kutukan. Namun dalam bahasa rohani, hal itu adalah karunia pengambilan karma buruk yang pernah kita lakukan. Tidak mungkin derita itu diberikan oleh Tuhan tanpa alasan karma. Dengan pemahaman bahwa derita sebagai pengambilan karma buruk oleh Tuhan, itu berarti penyucian dan memiliki kekuatan untuk tidak mudah putus asa dalam hidup ini. Dengan pemahaman itu, derita akan lebih ringan dirasakan. Di samping itu sikap menyalahkan orang lain pun dalam menghadapi derita akan dapat dikurangi.
Yang utama adalah bagaimana kita berusaha mencapai karunia Tuhan itu. Hal inilah yang dinyatakan dalam sloka Bhagawadgita. Ada empat hal yang wajib dilakukan orang yaitu kirtanam, yatantah, drdha urata, dan namasyantah. Keempat hal itu dilakukan sebagai wujud bhakti kita pada Tuhan. Memuja Tuhan dengan menyanyikan nama-namaNya sebagai bentuk bhakti disebut kirtanam atau bhajanam.
Sedangkan yatantah artinya terus berusaha dengan sungguh-sungguh sesuai dengan swadharma kita masing-masing. Apapun yang kita tekadkan dalam diri untuk menyelenggarakan hidup pasti ada hambatannya. Orang yang konsisten dan tahan menghadapi berbagai hambatan dan tantangan hidup dalam mewujudkan janji dirinya, itulah yang kemudian disebut drdhavrata. Menetapkan janji diri dalam hidup ini hendaknya dilakukan dengan kajian mendalam sebelum janji diri itu ditetapkan dengan kekuatan dan keseimbangan eksistensi jasmani dan rohani.
Dengan demikian, segala sesuatunya sudah terpikirkan dalam menetapkan janji diri itu. Namasyantah artinya senantiasa memuja dan menghormati Tuhan sesuai dengan petunjuk sastranya. Semuanya itu dilakukan sebagai wujud bhakti mencapai karunia Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar