Om Swastyastu
isa vasyam idam sarvam
yat kim ca jagatyam jagat
tena tyaktena bhunjita ma
grdhah kasya svid dhanam
Yajurveda XL.1
1. Pendahuluan
4. Toleransi
5. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Atharvaveda XIX.60.2
(Hendaknya badan dan pikiran kami sehat, babas dari segala penyakit sehingga selalu bangkit untuk meningkatkan diri)
6. Penutup
sumber : http://www.hindu-dharma.org/2009/07/pengendalian-diri-etika-dan-toleransi/
isa vasyam idam sarvam
yat kim ca jagatyam jagat
tena tyaktena bhunjita ma
grdhah kasya svid dhanam
Yajurveda XL.1
(Segala sesuatu yang bergerak dan tidak bergera di alam semesta
ini meliputi dan diresapi oleh Tuhan Yang Maha Esa. hendaknya seseorang
mampu mengendalaikan dirinnya dan tidak menginginkan milik orang lain)
1. Pendahuluan
Pengendalian diri, etika dan toleransi merupakan pencerminan
kehidupan beragama dengan kehidupan sesama baik manusia dalam lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara bahkan pula dalam hubungan
internasional keluarga, masyarakat, bangsa dan negara bahkan pula dalam
hubungan internasional antar bangsa-bangsa.
Dengan pengendalian diri seseorang mampu hidup berdampingan secara
rukun yang tercermin dalam etika atau tata laku sopan santun dalam
pergaulan hidup. Kerukunan hidup akan semakin mantap bila dilandasi
dengan toleransi atau penghargaan terhadap perbedaan yang dihadapi,
karena perbedaan itu seperti misalnya perbedaan agama yang dianut
merupakan kenyataan yang diyakini dan ajaran yang dikandungnya
diamalkan oleh pemeluknya.
Dengan pengendalian diri yang mantap, seseorang yang tertib dalam
berlalu lintas akan berhasil mencapai tujuan dengan selamat, demikian
pula dengan etika dan toleransi, seseorang akan mudah bergaul dengan
sesamanya walaupun berbeda agamanya, pandangan hidup akan dapat
diwujudkan dan dengan keharmonisan ini ketentraman dan kebahagiaan
hidup, baik dalam keluarga maupun masyarakat dapat terealisasikan.
Agama Hindu dengan kandungan ajaran tentang pengendalian diri, etika
toleransi yang sangat berguna sebagai pedoman dalam membina hubungan
yang harmonis tidak hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan
Tuhan Yang Maha Esa dan semua Makhluk ciptaan-Nya.
2. Pengendalian diri
Pengendalian diri adalah kemampuan seseorang untuk tidak melakukan
yang tidak baik dan tidak patut dilakukan. Untuk dapat mengendalikan
diri, seseorang hendaknya mengenal ajaran tentang Viveka atau
Vivekajnana. Yang dimaksud dengan Viveka adalah kemampuan untuk
membedakan yang baik dan buruk, salah dan benar.
Yang baik belum tentu benar, sebaiknya yang benar belum tentu baik
dan selanjutnya yang dengan pengetahuan Viveka ini seseorang akan dapat
mengendalikan dirinya, sebab diantara berbagai makhluk hidup dengan
tegas dinyatakan hanya manusialah yang memiliki pengetahuan itu sebab,
oleh karena itu menjelma sebagai manusia disebut sebagai penjelmaan
utama bila dibandingkan dengan makhluk lainnya :
Manusah sarve bhutesu varttate
vai dubhasubhe asubhesu samavistam
subhesvevakarayet
vai dubhasubhe asubhesu samavistam
subhesvevakarayet
Ri sakwehning sarva bhuta, iking wwang juga wenangguma
ikang sebha asubha karma, kunang panentasekena ring asubhakarma juga
ikang subha karma, phala ning dadi wwang
Sarasamnuccaya 2
Sarasamnuccaya 2
(Di antara semua makhluk, yang hanya dilahirkan sebagai manusia
sajalah yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk. Leburlah
ke dalam perbuatan baik itu menjelma sebagai manusia.)
Di dalam kitab Sarasamuccaya dijelaskan pula bahwa menjelma sebagai
manusia adalah kesempatan yang utama dan sangat sulit untuk diperoleh
(parama durlabha) dan hidup sebagai manusia dinyatakan sangat singkat
(ksanikasvabhava) bagaikan kerdipan kilat.
Memang bila direnungkan, sesungguhnya manusia hampir sangat jarang
untuk merenungkan kembali, untuk apa tujuan penjelmaan kita ini,
bagaimana kita seharusnya berbuat di dunia ini, benarkah kita nanti,
apakah yang akan kita bahwa dan bagaimanakah kita alam sana dan
lain-lain pernyataan akan muncul bagi mereka yang memiliki kepekaan
untuk merenungkan kehidupan kembali.
Untuk usaha, ajaran agama Hindu memberikan bimbingan dan tuntunan
seseorang berhasil meniti kehidupan di dunia ini termasuk bagaimana dia
berperilaku menyikapi dan mensiasati kehidupan yang dewasa ini sangat
dirasakan kecenderungan pada material atau pleasure oriented sebagai
dinyatakan dalam kitab-kitab Purana, bahwa era jaman Kali (Kaliyuga)
orientasi manusia hanyalah pada materi dan kesenangan, yang tidak akan
memberikan kebahagiaan yang sejati.
Bila kita hanya mengejar kepuasan materi atau kesenangan duniawi
belaka (kepuasan kama), maka penderitaanlah yang akan kita jumpai.
Memuaskan Kama semata diibaratkan menyiram api yang sedang berkobar
tidak dengan air, melainkan dengan bensin dan akibatnya adalah api
semakin membesar yang mengakibatkan kehancuran. Agama Hindu
mengamanatkan untuk mewujudkan kedamaian dalam kehidupan ini (peace
oriented), karena di balik kedamaian yang sejati (true happines).
Kebahagiaan yang sejati (Moksa) bukanlah khayalan, melainkan
kenyataan yang dapat diwujudkan di dunia ini (melalui Samadhi) yang
disebut dengan Jiwanmukti. untuk merealisasikan dal ini banyak hal yang
dilakukan, terutama dapat mentransformasikan diri kita, meninggalkan
kualitas jasmani kita yang muaranya adalah sumber daya manusia.
Sumber daya manusia (menurut pandangan Hindu ) tidak hanya
menekankan pada kualitas jasmani dan keterampilan atau kecerdasan
pikiran, melainkan adalah memupuk budi luhur sesuai dengan ajaran
Dharma, yang nantinya akan mampu mengantisipasi berbagai tantangan
hidup dan mencapai tujuan yang tertinggi yakni bersatunya Atman dengan
Brahman yang disebut Moksa yang merupakan kebahagiaan sejati dan abadi
(Sukha dan tanpawali sukha) Sangat banyak kita jumpai ajaran agam Hindu
penujuk tentang pengendalian diri termasuk pula bagaimana menggunakan
Viveka sehingga kita mampu menyingkapi perkembangan dunia ini.
Ajaran tentang pengendalian diri dan Viveka ini dapat kita jumpai
dalam kitab suci Veda, dalam berbagai kitab Upanisad, Ithiasa dan
Purana termasuk pula dalam berbagai kitab Dharmasastra dan Tantra
seperti Panca Tan Matra yang disusun oleh Visnu dan lain-lain.
3. Etika
Etika adalah bentuk pengendalian diri di dalam pergaulan hidup
bersama. Manusia adalah homo sosius, makhluk berteman. Ia tidak dapat
hidup sendirian, ia selalu bersama dengan orang lain. Manusia hanya
dapat hidup dengan sebaik-baiknya dan akan mempunyai arti, apabila ia
hidup bersama-sama manusia yang lain di dalam masyarakat. Tidak bergaul
dengan sesama manusia lainnya. Hanya dalam hidup bersama manusia akan
dapat berkembangan dengan wajar.
Hal ini merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari, bahwa sejak
manusia dilahirkan sampai ia mati, selalu memerlukan bantuan orang lain
untuk kesempurnaan hidupnya. Bantuan itu tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan jasmaninya, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan rohaninya.
Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih sayang , harga diri,
pengakuan dan tanggapan-tanggapan emosional yang sangat penting artinya
bagi pergaulan dan kelangsungan hidupnya yang sehat. Semua
kebutuhannya itu merupakan kebutuhan rohani hanya dapat ia peroleh
dalam hubungannya dengan manusia dalam masyarakat, Inilah kodrat
manusia sebagai makhluk sosial tidak ada seorangpun yang dapat
mengingkari hal ini karena bahwa manusia baru dapat disebut manusia
dalam hubungannya dengan orang lain dan bukan dalam kesendiriannya.
Dalam kehidupan bersama ini orang dapat mengatur untuk bertingkah
laku yang baik. Tidak seseorang yang boleh berbuat sekehendak hatinya.
Ia harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya (dalam pengertian tidak
boleh larut dalam lingkungannya itu) dan tunduk atau patuh terhadap
peraturan atau aturan yang berlaku dalam lingkungannya ini masih dalam
frame- frame yang berlaku.
Aturan atau peraturan untuk bertingkah laku yang baik dalam agama
Hindu disebut dengan “Sila” yang dalam bahasa Indonesia menjadi Tata
Susila. Nama lainnya untuk istilah ini adalah Etika. Kata etiket artinya
sopan santun dalam pergaulan. Bila itikad beretika masih dalam
angan-angan disebut dengan Budi Luhur (Budi baik) dan bila diwujudkan
dalam tingkah laku disebut pekerti yang baik.
Bila kita mengamati dengan seksama tujuan dari atau tingkah laku yang
baik adalah untuk membina hubungan yang harmonis antar sesama manusia
dan dalam ajaran agama Hindu tidak hanya hubungan yang horisontal,
tetapi juga vertical hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
dan alam pencipta-Nya. Tata susila dalam ajaran agama Hindu merupakan
salah satu dari tiga kerangka dasar agama Hindu di samping Sradha dan
Acara yang bersumber pada kitab suci Veda, oleh karena itu tata Veda
dengan sastra Hindu lainnya.
Dalam hubungannya dengan tingkah laku manusia, dapat dikaji dalam tiga tingkatan yaitu :
- Tingkat pertama semasih dalam bentuk angan-angan niat atau idea
- Tingkat kedua sesudah berbentuk pekerti, yakni perbuatan nya (telah dilaksanakan)
- Tingkat ketiga adalah akibat yang ditimbulkan oleh pekerti ini . Hasilnya dapat baik atau buruk.
Selanjutnya isi dari angan-angan, niat atau idea itu direalisasikan dalam 4 jenis perbuatan (varaible), yaitu :
a. Tujuannya baik, tetapi cara penyampaiannya tidak baik.
b. Tujuannya tidak baik, tetapi cara penyampaiannya baik
c. Tujuannya tidak baik, tetapi cara penyampaiannya tidak baik.
d. Tujuannya baik, tetapi cara penyampaiannya baik.
a. Tujuannya baik, tetapi cara penyampaiannya tidak baik.
b. Tujuannya tidak baik, tetapi cara penyampaiannya baik
c. Tujuannya tidak baik, tetapi cara penyampaiannya tidak baik.
d. Tujuannya baik, tetapi cara penyampaiannya baik.
Semuanya yang disebut atau buruk kadang-kadang sulit untuk dirumuskan
dalam kenyataannya ternyata manusia sesungguhnya mengerti atau memahami
apa yang disebut baik dan buruk. Berbohong atau mencuri adalah buruk
dan tidak benar. menolong, penuh kasih dan jujur adalah baik. Kesadaran
terhadap baik dan buruk, salah dan benar disebut Kesadaran Etis.
Namun perlu dipahami apa yang disebut baik itu, tidak selalu benar
dan apa yang disebut buruk itu tidaklah selalu salah. Untuk menentukan
mengukur atau membedakan baik, buruk salah dan benar, agama Hindu
mengajarkan umatnya untuk berpedoman kepada beberapa pramana atau
ukuran , antara lain :
- Desa (tempat), Kala(waktu) dan Patra (keadaan) dan dalam Manavadharmasastra dilengkapi dengan Iccha (tujuan) dan Sakti (Kemampuan untuk mencapai tujuan itu).
- Pratyaksa (pengamatan), Anumana (analisa) dan Agama (pertimbangan / Informasi yang dapat dipercaya)
- Sastratah (bersumber pada sastra/ajaran agama) Gurutah (bersumber pada ajaran guru) dan Svatah (bersumber pada analisa dan pengalaman sendiri)
Berdasarkan ukuran atau pertimbangan tersebut seseorang dapat
menentukan perbuatan yang patut dan baik untuk dilaksanakan. Untuk
dapat menentukan perbuatan itu, seseorang hendaknya mengetahui dan
dapat memilih dan untuk itu berbagai pertimbangan sangat diperlukan.
Kemampuan untukl mengetahui (Maknanya) dan memilih ( yang patut dan
baik dilakukan ) merupakan pegangan moralitas.
Penilaian moralitas tidaklah dapat diukur dari penampilan luar
seseorang demikian pula dalam kaitan bertingkah laku yang baik dan benar.
Untuk itu ajarannya agama Hindu menuntut kepada umatnya untuk memiliki
kepekaan sehingga mampu mendengarkan bisikan Sang Hyang Widi Atma yang
bersemayan pada hati setiap orang. Bisikan sang Hyang Atma adalah
bisikan hati nurani yang selalu jujur. Nilai pribadi seseorang tidak
dapat diukur dengan kekayaan yang dimiliki, kepandaian, kecerdasan atau
kebangsawanan yang dimiliki. Perhatikanlah terjemahan sloka
Sarasamuccaya berikut :
Meski ia Brahmana yang berusia lanjut, Jika perilakunya tidak
susila, tidaklah patut disegani. Walaupun ia seorang Sudra, jika
perilakunya berpegang pada Dharma dan kesucian patutlah ia dihormati
dan disegani (161)
Tingkah laku yang baik merupakan alat untuk menjaga Dharma dan
satra suci. Pikiran yang teguh dan bulat merupakan upaya untuk
menjunjungnya, adapaun keindahan paras adalah keberhasilan
pemeliharaannya demikian pula kelahiran seseorang, semuanya budi
pekerti susila yang menegakkannya (162).
Tingkah laku yang baik merupakan sebab dikenal sujana, demikian
walaupun ia tidak memiliki silsilah dari orang-orang, asalkan ia
berasusila, akan diketahui pula asal -usulnya (163)
Pengetahuan tenang kitab suci Veda (Catur Veda) dengan enam
cabang dan anak cabangnya, kemahiran tentang ajaran filsafat (sastra
suci) Samkhya, Purana dan kelahiran.yang mulia, semuanya itu tidak akan
berpahala bagi orang yang berkelakuan jahat , Akhirnya semua
pengetahuan dan kelahiran yang dimilikinya tidak ada artinya (164)
Lagi pula tidak kuasa kaum kerabat dan sanak keluraga memberikan
pertolongan, membebaskan diri dari kesedihan hati, begitupun emas segala
hak milik Kebangsawanan, sastra dan mantera-mantera serta kekuasaan
tidak akan dapat memberi pertolongan, tang dapat menolong hanyalah
tingkah laku, oleh karena itu ia sungguh yang dapat melenyakan
kedudukan hati di dunia yang lain kelak dikemudian hari (167).
Dindalam agam Hindu kita jumpai banyak ajaran yang menuntun manusia
untuk menjadi manusia yang sujana, berbudi luhur dan bertingkah laku
yang bersusila, tidak bertentangan dengan moral dan ajaran Dharma.
4. Toleransi
Toleransi artinya penghargaan, yakni memberikan penghargaan terhadap
orang lain dalam hal ini yang paling menonjol adalah penghargaan
terhadap ajaran agama yang dianut oleh orang lain.
Sesungguhnya toleransi tidak hanya berkaitan dengan penganut agama
yang lain tetapi juga perlu ditumbuhkan dalam kaitannya dengan
kehidupan intern umat beragama, maksudnya bila terdapat perbedaan
pemahaman terhadap ajaran agama dalam intern umat seagama, maka
penghargaan atau toleransi perlu ditumbuhkembangkan, demikian pula
dengan umat yang lain (antar umat beragama) dan antara umat beragama
dengan pemerintah.
Kitab suci Veda menegaskan perlunya toleransi itu sebagai perwujudan pengamalan ajaran agama :- Bumi ini tempat tinggal seluruh umat manusia, seperi keluarga, semuanya berbicara berbeda-beda dan menganut kepercayaan (agama) yang berbeda-beda, semuanya hendaknya seperti sapi-sapi yang bersatu salam satu kandang sapi kepadanya kesejahteraan akan berlimpah (Atharvaveda XII.I.45)
- Bumi yang luas ini adalah ibu dan sahabat kita (Atharvaveda IX,10,12)
- Marilah kita menghormati kemerdekaan (harkat dan martabat) seseorang (Rg veda I.80.1)
- Wahai umat manusia, Aku memberikan kepadamu sifat-sifat yang ramah dan manis pupuklah keharmonisan dan persaudaraan tanpa permusuhan diantara kamu, seperti halnya seekor induk lembu terhadap anaknya yang baru lahir, demikianlah hendanya kamu menyayangi sesamamu (Atharvaveda III.83.8.)
- Wahai orang-orang dermawan, marilah kita wujudkan persaudaraan yang sederajat di dalam kandungan ibu pertiwi (Rg Veda VIII.83.8).
- Wahai umat manusia, maju teruslah kamu, jangan bertikai di antara kamu, engkau adalah pengikut untuk tujuan yang sama, hormatilah yang lebih tua, milikilah pikiran-pikiran luhur dan pusatkan perhatian pada kerja. Ucapkanlah kata-kata manis di antara kamu. Aku jadikan engkau semuanya bersatu dan Aku rakhmati engkau dengan pikiran-pikiran yang mulia (Atharvaveda III.10.5)
- Hendaknya setiap orang tidak menyakliti makhluk lain, berpegang pada kebernan (Dharma), tidak pemarah, melepaskan diri dari ikatan keduniawian, tentram dan tidak suka memfitnah, kasih sayang terhadap semua makhluk, tidak tamak, lemah lembut sopan santun dan teguh iman (Bhagawadgita, XVI.2.)
- Persembahan kepada dewa-dewa, kepada pandita, kepada guru, kepada orang suci, jujur, kuat menahan hawa nafsu dan tidak menyakiti makhluk lain adalah pantangan diri sendiri di dunia (Bhagavadgita XVII.14.)
- Seseorang yang tidak menjalankan Dharma atau yang mendapatkan kakayaan dengan jalan curang dan orang yang suka menyakiti hati makhluk lain tidak akan pernah bahagia di dunia ini (Manavadharmasstra IV.170.)
Masih banyak ajaran toleransi yang dapat kita jumpai dalam kitab Veda
dan susastra Hindu lainya yang perlu kita gali dan diamalakan dalam
kehidupan bersama dalam masyarakat berbhineka ini.
5. Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Mampukah ajaran agama, khususnya ajaran pengendalian, etika dan
toleransi dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia ? Untuk
menjawab permasalahan ini kita hendaknya dapat memahami kembali fungsi
dan peranan agama kehidupan umat manusia, yaitu sebagai :
- Faktor motivatif yang mendorong manusia meningkatkan kualitas hidupnya .
- Faktornya kreatif dan innovatif, yang mendorong untuk berkreasi dan mengadakan pembharuan dalam dirinya.
- Faktor insfiritif yang memberikan inspirasi untuk mengabdi kemanusiaan.
- Faktor edukatif yang mendidik diri manusia untuk mencapai kedewasaan.
- Faktor transformatif dan sublimatif yang mampu mengubah dirinya yang tidak baik menjadi baik.
Bila fungsi agama dilaksanakan atau memancar diri manusia, maka
dengan sendirinya seseorang akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya
manusia atau potensi-potensi yang dimilikinya. Agama tidak hanya
mengajarkan manusia untuk mewujudkan kehidupan spiritual di alam baka
saja, tetapi di tuntut pula kepada umatnya untuk direalisasikan,
diamalkan dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Agama Hindu (Khususnya kitab suci Veda) sangat menekankan betapa
pentingnya pemeliharaan badan jasmani ini seseorang sebab dengan jasmani
sehat dan akan lebih baik melaksanakan Dharma atau swadharma yang
dibebankan kepadanya. Pemeliharaan jasmani dengan jalan berolah raga
serta makan dan minum makanan dan minuman yang nmenyehatkan, sedang
pemeliharaan rohani dengan mengamalkan ajaran agama sebaik-baiknya.
Aritani me sarva atma anibhrstahAtharvaveda XIX.60.2
(Hendaknya badan dan pikiran kami sehat, babas dari segala penyakit sehingga selalu bangkit untuk meningkatkan diri)
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapatkah kita pahami bahwa jasmani
sehat dan pikiran yang sehat pula merupakanan modal dasar untuk
meningkatkan kualitas pribadi kita. Meningkatkan kualitas pribadi
hendaknya senantiasa diupayakan dan hal ini diamanatkan oleh kitab suci
Veda dan susastra Hindu lainnya. Pengamalan ajaran agama bermuara pada
pengendalian diri, etika dan toleransi yang pada akhirnya adalah
meningkatkan mutu atau kualitas pribadi manusia.
6. Penutup
Pengendalian diri, etika dan toleransi merupakan cerminan atau
pancaran dari pengamalan ajaran agam Hindu. Agama tidak akan ada
artinya bila tidak diamalkan sebagai mana mestinya. Agama akan bersifat
verbal atau hanya berupa slogan saja. Bila agama dilaksanakan dengan
mantap maka tujuan hidup berupa kesejahteraan dan kebahagiaan akan
segera dapat diwujudkan.
Dalam kehidupan bersama dalam masyarakat maka pengendalian diri,
etika dan toleransi hendaknya senantiasan ditumbuh kembangkan, dengan
demikian keharmonisan sebagai landasan kehidupan yang sejahtera, tentram
dan bahagia menjadi kenyataan.
Om Santih Santih Santih.sumber : http://www.hindu-dharma.org/2009/07/pengendalian-diri-etika-dan-toleransi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar